Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah Salah Sasaran

Mahasiswa penerima KIP Kuliah diduga tidak tepat sasaran. Karut-marut proses seleksi ditengarai menjadi sebab.

7 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bantuan pendidikan KIP Kuliah sebenarnya diberikan pemerintah kepada mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

  • KIP Kuliah dinilai tidak tepat sasaran karena ada dugaan penyalahgunaan.

  • Hanya ada 200 ribu mahasiswa penerima KIP Kuliah setiap tahun.

KARTU Indonesia Pintar (KIP) Kuliah merupakan program pemerintah berupa bantuan dana pendidikan bagi calon mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Namun tidak jarang mereka yang berkecukupan ekonomi tetap mendaftar sebagai penerimanya. Pendataan bagi keluarga miskin yang sejatinya sebagai penerima bantuan tapi tak terintegrasi disebutkan menjadi penyebab KIP Kuliah kerap tidak tepat sasaran. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu kondisi ini dialami Ikhsan. Impian Ikhsan untuk menjadi seorang guru pupus sudah. Mantan mahasiswa Program Studi Pendidikan Khusus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2023 ini memutuskan tidak melanjutkan kuliah pada tiga bulan pertama. Kondisi ekonomi memaksa Ikhsan mengambil keputusan itu. “Keputusan berat. Orang tua sudah tak sanggup membiayai,” ujar Ikhsan saat dihubungi pada Senin, 6 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikhsan bukan nama sebenarnya. Ia meminta Tempo menyamarkan namanya dengan alasan pribadi. Ikhsan berasal dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Ayah Ikhsan bekerja sebagai buruh jahit yang biasa menerima pesanan dari pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang. 

Ilustrasi aktivitas perkuliahan. TEMPO/Subekti

Semula upah yang diterima orang tua Ikhsan setiap bulan sekitar Rp 3,5 juta. Namun, sejak 2023, kondisi Pasar Tanah Abang mulai sepi pengunjung. Otomatis ini berdampak pada hasil dan pendapatan ayahnya. “Penghasilan ayah saya saat ini di bawah Rp 2 juta per bulan,” kata Ikhsan. Uang itu pun tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarga yang beranggotakan lima orang. "Ayah, ibu, saya, dan dua adik,” kata Ikhsan.

Ikhsan sadar, dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, sulit baginya untuk bisa berkuliah. Karena itu, ia membutuhkan beasiswa. Dia pun mendaftar sebagai penerima bantuan KIP Kuliah saat seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2023. Namun Ikhsan tidak lolos UTBK.

Ikhsan tetap ingin berkuliah agar bisa mendapatkan pekerjaan layak dan membantu orang tua. Dia lantas mendaftar seleksi masuk UNJ melalui jalur mandiri. Ikhsan senang saat dinyatakan lolos seleksi jalur mandiri. Namun kegembiraan itu berlangsung sesaat. Saat penentuan nominal uang kuliah tunggal (UKT), Ikhsan dinyatakan masuk golongan 4 sebesar Rp 3,9 juta. Ikhsan kaget karena besaran UKT itu tidak sesuai dengan penghasilan orang tuanya yang sebesar Rp 2-3,5 juta per bulan. 

Ikhsan kemudian mendaftar untuk mendapat beasiswa di UNJ. Ikhsan mengirim sejumlah berkas ke kampus. Beberapa berkas itu antara lain penghasilan orang tua sebesar Rp 3,5 juta, surat keterangan tidak mampu (SKTM), bukti pembayaran tagihan listrik satu bulan terakhir, dan surat pernyataan sebagai masyarakat miskin dari desa. Namun lagi-lagi Ikhsan tidak lolos. 

Selama tiga bulan pertama berkuliah, Ikhsan mulai tak sanggup membiayai kebutuhan hidupnya. Ikhsan hanya diberi uang Rp 75 ribu seminggu. Uang itu habis untuk biaya transportasi selama seminggu. Untuk makan, Ikhsan membawa bekal.

Masalah baru muncul. Ternyata ada banyak pengeluaran lain selama perkuliahan, misalnya wajib ikut karyawisata ke beberapa tempat. “Biaya untuk itu cukup besar. Tiap karyawisata merogoh kocek Rp 100 ribu. Belum lagi biaya transportasi dan uang makan," kata Ikhsan.

Ikhsan akhirnya memutuskan berhenti kuliah. Dia saat ini bekerja membantu orang tuanya. Ikhsan tetap ingin berkuliah, tapi saat ini berfokus mengumpulkan uang dulu. “Saya sudah tidak bisa mengharapkan uang beasiswa dari pemerintah,” ujarnya.

Ikhsan adalah contoh mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan kuliah karena persoalan biaya. Masalah ini tentu tidak akan terjadi bila Ikhsan tetap bisa mendapat bantuan KIP Kuliah. Bantuan pendidikan KIP Kuliah sebenarnya diberikan pemerintah kepada mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Bantuan ini diberikan bagi mereka yang lolos melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), SNBT, dan ujian mandiri di perguruan tinggi negeri ataupun swasta. 

Mahasiswa penerima KIP Kuliah sejatinya mendapat biaya kuliah gratis sampai lulus. Selain itu, mereka mendapat bantuan biaya hidup sesuai dengan indeks di kabupaten/kota. Ada lima kluster wilayah dengan besaran Rp 800 ribu, Rp 950 ribu, Rp 1,1 juta, Rp 1,25 juta, dan Rp 1,4 juta per bulan.

Baru-baru ini KIP Kuliah dinilai tidak tepat sasaran. Ditengarai ada penyalahgunaan bantuan KIP Kuliah oleh sejumlah mahasiswa di Universitas Diponegoro (Undip), Jawa Tengah. Awal mula dugaan penyalahgunaan itu diungkap akun DIPS! @undipmenfes. 

Akun media sosial ini membagikan nama sejumlah mahasiswa yang diduga menyalahgunakan dana bantuan KIP Kuliah. Salah satunya, menurut akun itu, mahasiswa dengan sebutan Cantika. Cantika disebut memamerkan gaya hidup mewah dengan berbelanja barang mewah dan kerap membagikan momen liburan lewat media sosialnya.

Tempo sudah menghubungi Cantika melalui aplikasi perpesanan langsung (direct message) di akun Instagram, Cantika.mje1008, untuk meminta konfirmasi sehubungan dengan tudingan di media sosial itu. Namun pesan tersebut belum direspons. Meski begitu, dalam unggahannya, Cantika menyatakan sudah mengundurkan diri sebagai penerima KIP Kuliah. Alasannya, dia mampu membayar UKT dan membiayai hidup selama perkuliahan. 

Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Utami Setyowati mengatakan konten yang diunggah Cantika adalah tanggung jawab pribadi. Kampus sudah memanggil ataupun mensurvei tempat tinggal penerima. Selanjutnya Undip akan mempertimbangkan kelanjutan pemberian bantuan KIP Kuliah.

Utami menjelaskan, proses penerimaan KIP Kuliah dilakukan melalui beberapa tahap. Mekanisme pendaftaran, verifikasi, serta penetapan penerima sudah mengikuti ketentuan Pedoman Pendaftaran KIP Kuliah Merdeka, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2024. Kampus juga memonitor dan mengevaluasi secara periodik penerima bantuan KIP Kuliah oleh Undip serta Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan.

Adrian Farsyah, mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah UNJ tahun 2021, menyatakan prihatin atas sejumlah mahasiswa yang diduga menyalahgunakan bantuan KIP Kuliah. Menurut dia, bantuan itu seharusnya digunakan oleh mahasiswa yang membutuhkan. “Apakah mereka tidak memikirkan kawan mahasiswa lain yang lebih membutuhkan?” ujarnya.

Adrian adalah mahasiswa penerima KIP Kuliah di UNJ. Dia mendaftar untuk mendapatkan bantuan KIP Kuliah karena ayahnya meninggal pada 2021. Adapun ibunya bekerja sebagai pengasuh anak tetangga dengan penghasilan Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta per bulan. 

Dari bantuan KIP Kuliah, Adrian mendapat uang saku untuk satu semester. Dia enggan menyebutkan besaran dana yang diperoleh melalui program KIP Kuliah. Ia hanya mengatakan dana bantuan itu untuk biaya transportasi ke kampus dan keperluan belajar di kelas. Adrian mengatakan tidak perlu melaporkan dana dari KIP Kuliah. “Paling sekadar pendataan,” ujarnya.

Adapun Firman Maulana Barokah, mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan Universitas Airlangga (Unair), mengatakan menerima bantuan KIP Kuliah melalui jalur masuk mandiri pada 2021. Dia menyiapkan sejumlah berkas untuk mendaftar KIP Kuliah, seperti bukti bayar rekening listrik sebulan terakhir, surat keterangan tidak mampu (SKTM), dan surat keterangan penghasilan keluarga dari desa. Ia mengaku mendapatkan bantuan dana hidup sebesar Rp 7,5 juta setiap semester. “Bantuan KIP Kuliah mulai awal masuk Unair hingga lulus nantinya,” kata Firman saat dihubungi, kemarin. 

Firman berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan tidak menentu. Sang ayah bisa mendapat Rp 50 ribu per hari bila bekerja. “Kalau tidak ada yang menyuruh kerja, ya, tidak dapat uang,” katanya. 

Firman memanfaatkan sebaik mungkin bantuan KIP Kuliah. Dana bantuan itu digunakan untuk membayar kos, membeli kebutuhan sehari-hari, ongkos transportasi, dan biaya praktikum. “Setidaknya bisa meringankan beban orang tua,” ujarnya. Firman mengatakan, di Unair, belum ada temuan mahasiswa yang menyalahgunakan program KIP Kuliah. Dia menegaskan, KIP Kuliah seharusnya diberikan bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Direktur Direktorat Kemahasiswaan Universitas Airlangga Hadi Subhan menjelaskan, calon mahasiswa yang ingin menerima bantuan KIP Kuliah harus dinyatakan lolos masuk perguruan tinggi oleh panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB). Setelah dinyatakan lolos, mahasiswa itu otomatis menjadi calon penerima KIP Kuliah.

Kampus kemudian memverifikasi data. Data itu antara lain berupa data pendukung, seperti data rumah, penghasilan, tagihan listrik, dan pengeluaran. Kemudian kampus melakukan seleksi wawancara. Bila dalam analisis data dan wawancara ditemukan ada ketidaklayakan, kampus akan melakukan kunjungan ke rumah mahasiswa. Kunjungan itu bertujuan mencari informasi dari tetangga calon penerima dan untuk melihat kondisi sebenarnya. “Di situ kemudian ditentukan layak atau tidak calon mendapatkan KIP Kuliah,” kata Hadi saat dihubungi, kemarin. 

Ia menyebutkan ada tiga jenis calon mahasiswa yang bisa menerima KIP Kuliah. Pertama, calon itu pernah mendapat KIP di bangku sekolah menengah sehingga tinggal melanjutkan. Kedua, calon mahasiswa merupakan keluarga pra-sejahtera yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ketiga, calon yang mengajukan penerimaan KIP Kuliah melampirkan surat keterangan miskin yang dilengkapi dengan beberapa data, seperti data yatim dan orang tua mengalami pemutusan hubungan kerja. 

Di Unair, kata Hadi, setiap semester pihak kampus tetap memonitor nilai akademis dan kemampuan mahasiswa penerima KIP Kuliah. Bila ada penerima KIP Kuliah sudah tidak kuliah dan kemampuan ekonomi membaik, mereka wajib mengundurkan diri. “Apabila sudah merasa mampu atau dia tidak berhak, harus digantikan orang lain,” kata Hadi.

Penerima KIP Kuliah Tidak Tepat Sasaran

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai proses pengelolaan KIP Kuliah yang disebutkan tak transparan menyebabkan banyak kasus pemberian bantuan tidak tepat sasaran.

Dia menduga terjadi karut-marut tata kelola dan proses seleksi calon penerima KIP Kuliah sehingga mahasiswa yang tidak sesuai dengan kriteria malah terpilih. Dugaan itu terjadi karena tidak adanya transparansi, akuntabilitas, dan pelibatan publik selama proses seleksi. Masyarakat juga tidak mengetahui jumlah kuota KIP Kuliah hingga mekanisme untuk memverifikasi data. “Tahu-tahu sudah ada pengumumannya saja,” kata Ubaid.

Proses seleksi, kata Ubaid, juga hanya melibatkan tim internal kampus. Pihak luar tidak dilibatkan untuk mengawasi proses seleksi. Padahal, kata Ubaid, pemerintah daerah, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil bisa dilibatkan. Misalnya, ketika mahasiswa membawa SKTM, peran kelurahan dilibatkan. "Jadi ada pengawasan,” katanya. 

Suasana monitoring dan evaluasi beasiswa program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) Universitas Diponegoro di ruang Poncowati, Hotel Patra Jasa, Semarang, Desember 2021. Dok. Undip.ac.id

Apalagi, kata Ubaid, ada berbagai macam jalur masuk KIP Kuliah. Salah satu yang perlu disoroti adalah seleksi KIP Kuliah jalur aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jalur ini memberikan ruang calon penerima KIP Kuliah mengajukan diri melalui anggota DPR.  

Ubaid curiga terhadap jalur seleksi ini. Sebab, jalur ini memberi keleluasaan bagi anggota DPR menyetor nama mahasiswa dari daerah pemilihannya untuk mendapatkan KIP Kuliah. “Apakah data yang dibawa anggota Dewan itu masuk kriteria mahasiswa yang memang mendapat KIP-K? Ini yang menjadi pertanyaan,” kata Ubaid. 

Hal senada disampaikan pengamat pendidikan Doni Koesoema. Ia mengatakan pendaftaran peserta penerima KIP Kuliah melalui anggota DPR berpotensi disalahgunakan. Politikus bisa memanfaatkan jalur itu untuk bagi-bagi KIP Kuliah. Pemberian KIP Kuliah juga tidak tepat sasaran karena bisa tumpang tindih data calon penerima dari lembaga lain. “Proses verifikasi kurang efektif dan proses registrasi tidak fleksibel,” kata Doni saat dihubungi, kemarin.

Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, mengatakan titik bocor sehingga penerima KIP Kuliah tidak tepat sasaran ada pada tahap seleksi. Ia menduga ada kecurangan dalam mengisi data. 

Data calon penerima KIP Kuliah diambil dari DTKS milik Kementerian Sosial dan basis data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai syarat daftar awal. Bila mengisi nomor induk kependudukan dengan benar, otomatis akan sinkron dan calon mahasiswa yang bersangkutan dapat langsung terkonfirmasi.

“Bisa jadi ada data yang kurang benar di DTKS, yakni keluarga mahasiswa pendaftar KIP Kuliah terdata miskin, tapi sebenarnya tidak. Di sini yang perlu dibenahi tentu data DTKS,” kata Edi.

Dari sisi kampus, pada tahap awal kampus hanya menerima data tersebut. Bila ada yang tidak sesuai, baru akan ditindaklanjuti. Di titik ini, kampus memang memiliki tim sendiri. “Tim ini kalau kurang teliti bisa saja terlewat,” kata Edi.

Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Abdul Kahar mengatakan hanya ada 200 ribu mahasiswa penerima KIP Kuliah setiap tahun. Jumlah ini hanya bisa meng-cover sekitar 6 persen mahasiswa kurang mampu. Abdul menilai masalah tersebut merupakan tanggung jawab perguruan tinggi. Sebab, kampus yang menyeleksi calon mahasiswa penerima KIP Kuliah. Hal ini diatur dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek. “Perguruan tinggi yang bertanggung jawab karena mereka yang berhadapan langsung dengan mahasiswa,” ujarnya, kemarin.

Abdul mengatakan penerima KIP Kuliah menjadi tidak layak menerima bantuan bila kondisi ekonomi mahasiswa tersebut sudah membaik. Dalam kondisi itu, mahasiswa harus mengundurkan diri. “Agar program KIP Kuliah bisa dimanfaatkan oleh teman-teman yang bernasib kurang beruntung,” katanya. Perguruan tinggi juga harus mengevaluasi penerima KIP Kuliah setiap semester. Evaluasi ini dilakukan untuk menemukan penerima yang sudah tidak sesuai dengan kriteria.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus