Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Koalisi: 57 Persen Panja UU Cipta Kerja Pengusaha, Sebagian Eks Timses Jokowi

Koalisi #Bersihkan Indonesia menilai ada konflik kepentingan antara para elite politik pengambil kebijakan terkait pembahasan UU Cipta Kerja.

10 Oktober 2020 | 12.17 WIB

Buruh dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi mogok kerja dengan turun ke jalan di kawasan industri Kebun Besar, Tangerang, Banten, Selasa 6 Oktober 2020. Aksi yang diikuti ribuan buruh tersebut untuk memprotes pengesahan Undang Undang Cipta Kerja oleh DPR. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Perbesar
Buruh dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi mogok kerja dengan turun ke jalan di kawasan industri Kebun Besar, Tangerang, Banten, Selasa 6 Oktober 2020. Aksi yang diikuti ribuan buruh tersebut untuk memprotes pengesahan Undang Undang Cipta Kerja oleh DPR. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi #Bersihkan Indonesia menilai ada konflik kepentingan antara para elite politik pengambil kebijakan terkait pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang atau UU Cipta Kerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Setidaknya 57 persen anggota Panja sendiri merupakan pelaku usaha," kata Direktur Tambang dan Energi Auriga Nusantara, Iqbal Damanik dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Iqbal mengatakan Koalisi juga menemukan sebagian dari barisan para aktor ini pernah tercatat sebagai mantan tim sukses dan tim kampanye Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pemilihan Presiden 2019 lalu. Menurut Iqbal, ada sebuah desain besar yang disiapkan sejak awal pemerintahan Jokowi untuk mengambil keuntungan pribadi.

"Ini wajar sekali terjadi kalau melihat bagaimana rekatnya relasi para penyusun undang-undang ini dengan pelaku usaha, bahkan mereka sendiri merupakan pebisnis yang akan diuntungkan dari terbitnya omnibus law," kata Iqbal.

Koalisi menilai konflik kepentingan akan mendorong pejabat publik mengambil keputusan dan kebijakan yang tak berdasar pada masyarakat. Konflik kepentingan yang melandasi lahirnya UU Cipta Kerja pun dianggap telah mengubah struktur negara demokratis menjadi oligarkis.

Imbasnya, menurut Koalisi, telah terjadi pengkhianatan terstruktur melalui penyanderaan institusi publik dan regulasinya, sehingga keduanya berubah menjadi alat untuk menguntungkan kepentingan segelintir orang dan kelompok.

"Para aktornya yang terlibat konflik kepentingan menghasilkan kebijakan yang juga hanya menguntungkan mereka. Omnibus law juga merupakan penanda krisis demokrasi," kata Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya.

Koalisi #BersihkanIndonesia sebelumnya merilis 12 elite politik dan pebisnis yang diduga menjadi aktor intelektual pengesahan UU Cipta Kerja. Mereka adalah para pengambil kebijakan, anggota Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, serta anggota Satuan Tugas yang menyusun naskah awal RUU.

Koalisi juga mengkritik rapat yang berlangsung maraton, bahkan digelar di hotel-hotel, drafnya tak dibuka untuk publik, hingga disahkan terburu-buru di tengah pandemi Covid-19. Menurut Koalisi, terdapat kepentingan besar pada pebisnis tambang di balik pengesahan UU Cipta Kerja.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus