Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alokasi Baru untuk Wakil Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat mengalokasikan dana Rp 11,2 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Anggaran ini merupakan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar yang dikelola setiap anggota Dewan. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto khawatir dana ini rawan menjadi bancakan baru parlemen. "Parlemen sekarang sedang menggodok aturan untuk menguatkan anggaran ini," katanya Rabu pekan lalu.
Meskipun dana tidak diberikan dalam bentuk uang tunai, Yenny menuding tak ada jaminan dana ini akan digunakan secara tepat sasaran. Menurut dia, Dewan tak memiliki dasar hukum soal urgensi adanya dana aspirasi. Selain itu, tidak ada tolok ukur dan penghitungan sehingga muncul angka Rp 20 miliar.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai permintaan dana ini tak tepat. Menurut dia, semua program dan aspirasi masyarakat cukup tertuang dalam APBN, sehingga anggota Dewan tak perlu lagi dana aspirasi. "Nanti anggota DPR di tingkat provinsi juga minta," ujarnya.
Meski menuai kritik, Dewan jalan terus. Badan Legislasi DPR bakal membuat payung hukum penyaluran dana ini, yang diharapkan selesai pada 23 Juni 2015. Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo mengatakan payung hukum dibuat agar ada mekanisme bagaimana anggota Dewan menyalurkan dana ini sesuai dengan kebutuhan di setiap daerah pemilihan.
Badan Legislasi sudah menunjuk politikus Partai Amanat Nasional, Totok Daryanto, sebagai Ketua Panitia Kerja Dana Aspirasi. Menurut Totok, mekanisme pengajuan dana ini adalah setiap anggota menjaring aspirasi dari konstituen untuk diteruskan ke fraksi. Fraksi akan menyampaikan ke sidang paripurna untuk dibahas antara Badan Anggaran dan pemerintah agar tertuang dalam APBN.
Menurut Totok, dana aspirasi berbeda dengan dana reses dan dana rumah aspirasi. Anggota Dewan, kata dia, tak memegang anggaran ini secara tunai. Dengan adanya anggaran ini, setiap anggota Dewan bisa mengusulkan pembangunan di daerah pemilihan masing-masing. "Ini program kecil-kecil saja, seperti perbaikan jalan dan perbaikan sekolah," ucapnya.
Setelah Beragam Tunjangan
Mahkamah Agung Perberat Hukuman Anas
Majelis hakim kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar memperberat hukuman bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan penjara. Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar. Jika itu tak dibayar dalam sebulan, seluruh kekayaannya bakal dilelang. "Jika tak cukup, dia terancam empat tahun penjara," kata hakim agung Krisna Harahap pada Senin pekan lalu.
Selain menambah hukuman, hakim kasasi mencabut hak politik Anas. Krisna beralasan pencabutan hak politik dilakukan untuk melindungi kemungkinan salah pilih seseorang yang mengkhianati amanah publik.
Anas diadili dalam korupsi pembangunan pusat olahraga di Hambalang. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkecil vonis Anas dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Majelis kasasi menolak keberatan Anas yang menyatakan pembuktian pencucian uang mesti didahului pembuktian pidana asal. Menurut Krisna, Undang-Undang Pencucian Uang mengatur pembuktian pencucian uang tak mesti menunggu pembuktian predicate crime.
Kuasa hukum Anas, Handika Honggo Wongso, menilai majelis hakim lebih mengedepankan semangat menghukum ketimbang mencari keadilan. Menurut dia, Anas berencana melakukan upaya peninjauan kembali.
Hakim Praperadilan Novel Dilaporkan ke Komisi Yudisial
ANGGOTA tim kuasa hukum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, Asfinawati, berencana melaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Zuhairi, ke Komisi Yudisial. Zuhairi adalah hakim praperadilan Novel ketika menggugat Kepolisian Republik Indonesia. Dia dianggap mengabaikan semua bukti yang diajukan Novel. "Hakim pengadilan kelas A tak mungkin pengetahuan hukumnya sedangkal itu," kata Asfinawati pada Selasa pekan lalu.
Salah satu kejanggalan yang diabaikan hakim adalah surat pimpinan KPK. Kejanggalan lain adalah perbedaan korban dalam laporan polisi yang dianggap wajar oleh hakim. Dia mengklaim semua dalil yang mereka ajukan didukung bukti. Menurut dia, putusan Zuhairi mengabaikan bukti dan keterangan saksi ataupun ahli yang diajukan Novel. "Internal Mahkamah Agung harus memeriksa," ujarnya.
Hakim Zuhairi dalam putusannya menolak semua gugatan yang diajukan Novel atas penangkapan dan penahanannya oleh Markas Besar Polri. Hakim berpendapat apa yang dilakukan kepolisian pada 1 Mei 2015 sah menurut hukum. Joel Baner Toendan dari tim kuasa hukum Polri menilai putusan praperadilan sudah tepat.
Jejak Kalla di Perkara TPPI
Wakil Presiden Jusuf Kalla diketahui pernah memimpin rapat tindak lanjut kerja sama PT Pertamina dengan PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) di Kantor Istana Wakil Presiden pada 2008. Menurut mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, rapat yang dipimpin Kalla itu melahirkan keputusan menyelamatkan TPPI. "Caranya dengan memberi kesempatan TPPI membeli kondensat milik negara," katanya Senin pekan lalu.
Meski hal itu terungkap, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menyatakan belum berencana memeriksa Kalla dalam penyidikan perkara korupsi TPPI. "Tergantung urgen atau tidaknya keterangan dibutuhkan," ujar Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti.
Badrodin menilai arahan Kalla dalam rapat tersebut belum tentu melanggar hukum. Dia meminta masyarakat tak langsung menduga Kalla terlibat dalam kasus korupsi TPPI.
Menurut Badrodin, penyidik sudah meminta keterangan dari peserta rapat lain. "Belum bisa dipastikan apakah ada arahan Kalla yang menyimpang atau tidak," katanya.
Kalla mengatakan arahannya saat rapat antara Pertamina dan TPPI sudah benar. Menurut dia, kasus TPPI tidak akan mencuat apabila perusahaan tersebut bisa membayar secara penuh penjualan kondensat. "Yang salah ada kewajiban TPPI yang tidak dilunasi, bukan prosesnya," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo