Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Pemilu 2019, Harapan Penyandang Disabilitas dari Bilik Suara TPS

Penyandang disabilitas turut menggunakan hak politiknya di Pemilu 2019. Apa harapan yang mereka gantungkan kepada pempimpin terpilih?

17 April 2019 | 20.08 WIB

Petugas menemani seorang Penyandang disabilitas saat memasukan surat suara yang telah dicoblosnya dalam Pemilu 2019 di TPS 79 Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2 dan 4 Cipayung, Jakarta, 17 April 2019. Tempo/Amston Probel
Perbesar
Petugas menemani seorang Penyandang disabilitas saat memasukan surat suara yang telah dicoblosnya dalam Pemilu 2019 di TPS 79 Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2 dan 4 Cipayung, Jakarta, 17 April 2019. Tempo/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Kendari - Pesta demokrasi berlangsung hari ini, Rabu 17 April 2019. Penduduk Indonesia yang sudah memiliki kartu tanda penduduk dan telah menikah berhak menyalurkan suara mereka di Pemilu 2019. Banyak harapan yang digantungkan kepada pempimpin terpilih, baik para calon presiden dan calon wakil presiden hingga calon anggota legislatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah penyandang disabilitas yang turut menggunakan hak politiknya juga berharapan agar keberadaan mereka diakui dan memiliki akses yang setara dengan non-disabilitas. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia atau PPDI Wilayah Sulawesi Tenggara Ali Said mengatakan yang paling penting di setiap pemilu adalah pemimpin terpilih wajib mengemban komitmen dan melahirkan regulasi yang mendorong persamaan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara.

"Ada beberapa masalah, terutama di bidang pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, serta aksesbilitas yang merupakan hak dasar warga negara yang sepenuhnya belum maksimal dilaksanakan pemerintah," kata Ali Said. Pria yang duduk di kursi roda itu menyatakan amanat Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas belum belum sepenuhnya dijalankan.

Contoh konkretnya, menurut pria 46 tahun itu, infrastruktur di sejumlah tempat di Kota Kendari dan Provinsi Sulawesi Tenggara yang belum ramah disabilitas. "Kalau berurusan di kantor-kantor itu sangat menyusahkan kami," ucap Ali Said.

Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Wilayah Sultra Ali Said (duduk di kursi roda) bersama komunitas disabilitas Kendari mengikuti sosialisasi pemilu yang diadakan relawan pemilu disabilitas di seputaran Andonohu Kecamatan Poasia pada 8 April 2019. TEMPO | Rosnia

Jumlah penyandang disabilitas di Sulawesi Tenggara sebanyak 3.700 orang. Mereka, menurut dia, memiliki kelebihan namun tak berdaya karena kesulitan mendapatkan akses dan kesempatan. "Kami ingin pemerintah lebih peduli. Penyandang disabilitas juga butuh berkompetisi dengan non-disabilitas," ucap Ali Said. "Tapi apa yang bisa dilakukan karena semua masih minim, tak ada modal, tak ada tempat, dan tidak ada keterampilan. Ini yang harus diperhatikan."

Relawan disabilitas lainnya, Nasrul Nasir bertekad mengubah stigma masyarakat yang menganggap penyandang disabilitas itu lemah dan tidak produktif. Buktinya, Nasrul Nasir yang mengalami low vision masih tetap bisa bekerja, membantu sesama, dan mendapatkan penghasilan. "Saya masih bisa melakukan semuanya sendiri. Misalnya memasak, mencuci, sampai membaca buku. Yang tidak bisa saya lakukan hanya kalau mau tanda tangan atau ada dokumen penting maka saya meminta tolong orang lain membacakan apa yang tertulis,” kata Nasrul.

Sebagai relawan, dia berupaya mengedukasi pemilih disabilitas agar menggunakan hak pilihnya, memberitahu tata cara mencoblos, dan pentingnya memilih, serta edukasi politik lainya. Sehari-hari Nasrul Nasir mengajar siswa tunagrahita dan tunanetra di Sekolah Dasar Luar Biasa atau SDLB Wawombalata, Kelurahan Labibia, Kota Kendari. Dia menjadi guru karena mengantongi ijazah Strata Satu Pendidikan Luar Biasa Universitas Menado tahun 2014.

Dalam setahun terakhir, Nasrul Nasir juga sukses membuka layanan pijat khusus olahraga. Keahlian memijat ini dia dapatkan saat tinggal di Panti Sosial Bina Netra Tumotou di Manado Sulawesi Utara. “Kami para disabilitas perlu mendapat kesempatan agar bisa berkarier lebih luas lagi," ucap Nasrul Nasir. "Pada dasarnya kami semangat untuk mengubah nasib, tapi kami tidak diberi kesempatan."

Bagi Nasrul Nasir dan Ali Said, siapapun yang menjadi presiden maupun anggota legislatif, maka yang paling penting adalah realisasi jaminan persamaan hak-hak mereka agar setara dengan non-disabilitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus