Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini perhatian publik sedang tertuju pada hasil quick count Pilkada 2018 yang berlangsung hari ini, Rabu 27 Juni 2018. Sebanyak 171 daerah di Indonesia bersama-sama memilih kepala daerah mereka, mulai dari wali kota dan wakil wali kota, bupati dan wakil bupati, sampai gubernur dan wakil gubernur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca juga:
Data Masuk Quick Count 99 Persen, Khofifah Ungguli Gus Ipul
Menang Quick Count, Ridwan Kamil Larang Pendukung Berkonvoi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perolehan suara para pasangan calon di Pilkada serentak 2018 dari hasil hitung resmi Komisi Pemilihan Umum di wilayah masing-masing maupun hasil quick count tentu termasuk suara dari pemilih disabilitas. Mereka juga punya hak untuk menentukan siapa pemimpin pilihannya dari balik bilik suara di tempat pemungutan suara atau TPS.
Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan atau PSHK yang fokus pada hak-hak penyandang disabilitas, Fajri Nursyamsi mengingatkan agar penyandang disabilitas jangan sampai kehilangan hak suaranya dan harus mempergunakan hak pilihnya dengan baik pada pemilihan kepala daerah. "Sebab, penyandang disabilitas adalah kelompok yang paling rentan hilang hak pilihnya dalam setiap pesta demokrasi," ujar Fajri saat dihubungi Tempo.
Kehilangan suara ini bukan karena Panitia Pemutakhiran Data Pemilih tidak bekerja secara maksimal. Melainkan ketidaktahuan panitia pemilihan lapangan mengenai apa saja fasilitas yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas. Karena itu, menurut Fajri, perlu sosialisasi bahkan simulasi Pemilu atau Pilkada bagi penyandang disabilitas. Selama ini, lembaga yang banyak melakukan sosialisasi bagi penyandang disabilitas mengenai Pemilu atau Pilkada adalah Pusat Pemilihan Umum Akses atau PPUA.
Beberapa fasilitas yang harus diperhatikan bagi penyandang disabilitas, antara lain :
1. Template bagi pemilih tunanetra
Template adalah alat yang digunakan tunanetra untuk mencoblos pasangan calon. Bila di TPS tidak menyediakan template, segera lapor kepada petugas pemungutan suara atau PPS setempat.Pemilih difabel tuna netra memegang kartu suara berhuruf braille dalam sosialisasi pilkada serentak di Malang, Jawa Timur, Senin, 25 Juni 2018. Sosialisasi tersebut dilakukan untuk memberikan informasi serta tata cara pencoblosan pada 1.539 pemilih difabel yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). ANTARA
2. Luas ruang bilik suara
Bagi pengguna kursi roda, bila bilik suara tidak cukup untuk dimasuki kursi roda, mintalah petugas pemungutan suara untuk mengantar sampai ke depan bilik suara, ttidak perlu sampai masuk ke dalam bilik suara. Laporkan juga bila akses menuju TPS melewati hambatan, seperti selokan, sungai atau lobang maupun tangga yang menghambat penggunaan kursi roda.
3. Pastikan pemanggilan nomor antrean juga memakai sarana visual
Pemanggilan dengan menggunakan sarana visual, seperti papan pengumuman atau running text pada papan digital, membantu pemilih tuli menentukan gilirannya.
4. Pemilih dengan disabilitas mental bisa ikut nyoblos
Salah satu pasal dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan calon pemilih harus sehat jiwa dan raga sudah dianulir. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian judicial review pasal tersebut, dengan mensyaratkan penyandang disabilitas mental yang memberikan suara harus berada dalam keadaan tidak kambuh.
Pasal dalam undang-undang Pemilu tadi dianggap mendiskriminasi pemilih dari kalangan disabilitas mental yang masuk kategori disabilitas menurut Undang - undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jadi, jangan sampai penyandang disabilitas mental tidak terdaftar sebagai calon pemilih.