Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan dengan disabilitas memiliki hak seksual dan reproduksi yang sama dengan perempuan non-disabilitas. Hanya saja, konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat sampai sekarang adalah perempuan dengan disabilitas dianggap tidak memiliki aktivitas seksual dan reproduksi yang sama dengan perempuan non-disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: Sunny Bantu Perempuan Disabilitas Identifikasi Kekerasan
"Pemikiran seperti itu harus diubah dalam setiap tatanan masyarakat di berbagai belahan dunia manapun, sehingga perempuan dengan disabilitas dapat memperoleh hak seksual dan reproduksi mereka melalui berbagai sarana terakses," ujar dokter Toyin Aderemi, ahli perkembangan inklusi disabilitas dari Nigeria, seperti dikutip dari Independent, Senin 15 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Konstruksi sosial yang menganggap perempuan dengan disabilitas tidak aktif secara seksual, membuat mereka mengalami diskriminasi terutama dalam memperoleh informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi. Akibatnya, perempuan dengan disabilitas dianggap tidak memerlukan informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.
Sebagian besar dari mereka juga mengalami kesulitan dalam mengakses informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi. Aderemi mencontohkan, masih banyak sarana informasi yang tidak tersedia dalam bahasa isyarat atau Braile.
Hambatan lain yang dihadapi perempuan dengan disabilitas ketika harus mengakses informasi di beberapa pusat kesehatan. Bahkan masih banyak dari perempuan disabilitas yang menghadapi stigma negatif dari keluarga atau lingkungan terdekat, bila mereka ingin mengakses informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi. "Hambatannya menjadi dua kali lipat, dari faktor di dalam diri dan lingkungan sekitar," ujar Aderemi.
Professor Oyedunni Arulogun dari Departemen Pendidikan dan Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran, University of Ibadan, Nigeria mengatakan, stigma yang melekat pada perempuan disabilitas membuat mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual. "Karena banyak yang menganggap mereka adalah target paling mudah dan tidak berdaya terhadap hak seksualnya," ujar Arulogun.
Artikel lainnya:
Perempuan Disabilitas Harus Berani Melapor Bila Alami Kekerasan