Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Senada dengan gelombang dukungan besar-besaran saat ini terkait supremasi sipil, Guru Besar Universitas Pertahanan dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Prof Dr Salim Said berpendapat, tidak ada larangan bila Presiden Joko Widodo hendak mengangkat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dari sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"User BIN 'kan Presiden, jadi suka-suka Presiden mau mengangkat siapa yang dipercaya. Yang jelas, tak ada larangan sipil menjadi Kepala BIN," ujar Salim Said, dalam rilisnya Senin (11/11/2019).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bahkan bila berkaca dari lembaga-lembaga intelijen di negara-negara maju yang banyak dipimpin sipil, seperti di Amerika Serikat (AS), sebaiknya Presiden Joko Widodo mengangkat Kepala BIN dari sipil.
"George Bush senior juga pernah menjadi Direktur CIA (Central of Intelligence Agency, 1976-1977). Di AS, sipil atau politisi memimpin lembaga intelijen itu sudah biasa," jelas Salim.
Di Indonesia, kata Salim, lembaga intelijen dipimpin sipil juga sudah pernah, yakni oleh Dr Soebandrio, 1959-1965, meski kemudian semasa Orde Baru lembaga intelijen banyak dipimpin tentara.
"Sejak reformasi, BIN kalau tidak dipimpin tentara ya polisi, itu pun yang sudah pensiun. Jadi, sekarang kalau mau mendikotomikan sipil dengan tentara atau polisi, sudah tidak relevan lagi. Soal Kepala BIN, itu terserah Presiden sebagai user. Yang pasti, tidak ada larangan dalam undang-undang untuk sipil menjadi Kepala BIN," tegasnya.
Sementara itu, sebelumnya muncul desakan dari berbagai pihak, baik ormas, organisasi kepemudaan, maupun tokoh-tokoh masyarakat agar Presiden Jokowi mengangkat sipil menjadi Kepala BIN. Suhendra Hadikuntono adalah tokoh sipil yang mereka dukung. Bahkan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud ikut mendoakan Suhendra diangkat Jokowi menjadi Kepala BIN.