Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Top Nasional: Jokowi Kesal Seragam Polisi Impor, Vaksinasi Booster Masih Rendah

Mabes Polri memberikan tanggapan menyikapi kekesalan Presiden Jokowi soal seragam yang masih impor.

26 Maret 2022 | 07.21 WIB

Ilustrasi Polisi Indonesia. Getty Images
Perbesar
Ilustrasi Polisi Indonesia. Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang menyita banyak perhatian pembaca hingga pagi ini di antaranya, Mabes Polri menyatakan pengadaan seluruh seragam telah sesuai ketentuan menyikapi kekesalan Presiden Jokowi soal seragam yang masih impor. Kemudian, epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat vaksinasi booster di Indonesia masih rendah. Berikut ringkasannya:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo


1. Kata Mabes Polri soal Jokowi yang Kesal Seragam Polisi dan TNI Impor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mabes Polri menyatakan pengadaan seluruh seragam dan atribut yang digunakan aparat kepolisian telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Hal tersebut menyikapi pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut seragam Polri-TNI merupakan impor dalam acara Pengarahan tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Nusa Dua, Bali, pada Jumat, 25 Maret 2022.

Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo memastikan bahwa pengadaannya mempedomani arahan Presiden. Ia tidak merinci apakah memang seragam hingga sepatu yang digunakan polisi saat ini adalah hasil impor.

"Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan mempedomani arahan Bapak Presiden," kata dia saat dihubungi, Jumat, 25 Maret 2022.

Jokowi melihat rinci pengadaan barang dan jasa di pemerintahan pusat, daerah, sampai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tak hanya yang skala makro tapi juga mikro. Jokowi mengaku miris karena pengadaan ini masih banyak diisi oleh barang-barang dari luar.Polri

"Cek yang terjadi, sedih saya belinya barang-barang impor," kata Jokowi sambil geleng-geleng kepala dalam acara tersebut.

Untuk pengadaan barang dan jasa, eks Wali Kota Solo ini menyebut anggaran modal pemerintah pusat mencapai Rp 526 triliun. Pemerintah daerah lebih besar lagi yaitu Rp 535 triliun. Sementara di BUMN yaitu Rp 420 triliun.

Kalau saja 40 persen dari total anggaran modal pengadaan ini bisa dialihkan untuk produk lokal, kata dia, maka bisa memicu pertumbuhan ekonomi di pusat dan daerah sampai 1,71 persen. Sehingga, kata dia, pemerintah tak usah cari investor lagi dan diam saja seraya konsisten membeli barang-barang yang diproduksi di pabrik dan UMKM lokal.

"Bodoh sekali kita kalau tidak melakukan ini," kata dia.

Jokowi lalu menyinggung beberapa contoh pengadaan seperti CCTV yang harus diimpor, padahal ada yang diproduksi di dalam negeri. "Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor," kata dia.

Kemudian, seragam dan sepatu tentara hingga polisi yang dibeli dari luar negeri, di saat produksi lokal ada di mana-mana. Belum lagi impor alat kesehatan yang di dalam negeri ada, tapi masih membeli produk impor. "Jangan diteruskan," kata Jokowi.

2. Penyebab Vaksinasi Booster Masih Rendah

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat vaksinasi booster di Indonesia masih berada di angka 6,06 persen. Angka ini jauh di bawah capaian rata-rata vaksinasi booster dunia 18,55 persen. Padahal, vaksinasi booster menjadi syarat utama bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik tahun ini.

Menurut Dicky, hal pertama yang membuat masyarakat ogah melakukan vaksinasi booster karena pemerintah sudah gembar-gembor mengatakan status pandemi akan turun ke level endemi.

"Faktor euforia, optimisme berlebihan dari pemerintah yang menarasikan ini sudah terkendali dan masuk endemi. Sehingga semangat atau persepsi risiko, kewaspadaan yang terbangun di masyarakat ini menurun, sulit dibangun lagi," ujar Dicky saat dihubungi Tempo, Kamis, 24 Maret 2022

Selain itu, Dicky mengatakan penyebab masyarakat enggan melakukan vaksinasi booster karena pada vaksinasi dosis pertama dan kedua, mereka mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI yang tidak menyenangkan. Dengan minimnya literasi soal KIPI tersebut, masyarakat takut untuk melanjutkan ke vaksinasi dosis ketiga.

Terakhir, Dicky mengatakan ada banyak masyarakat yang ingin divaksin dengan jenis vaksin yang homogen atau sejenis. Sementara pada vaksinasi booster, rata-rata masyarakat mendapatkan jenis vaksin yang berbeda dibanding vaksinasi pertama dan kedua.

"Jadi pemerintah harus lebih ekspansif dan proaktif (melakukan vaksinasi dosis ketiga), dibandingkan saat dosis vaksin satu dan dua," kata Dicky.

Sebelumnya, juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebut capaian vaksinasi booster Indonesia masih berada di angka 6,06 persen. Pemerintah terus berupaya mengajak masyarakat melakukan suntikan vaksinasi dosis ketiga tersebut.

"Cakupan vaksinasi booster perlu ditingkatkan. Pemerintah menjamin ketersediaan vaksin booster dan distribusinya ke seluruh Negeri. Sehingga masyarakat diminta untuk melengkapi vaksinasinya," ujar Wiku.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus