Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bangka Selatan - Cuaca cerah mengiringi berpulangnya H. Umar Matali bin Matali di Jalan Sriwijaya, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Sahabat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta saat diasingkan di Pulau Bangka itu meninggal hari ini, Senin, 11 Januari 2016, sekitar pukul 06.00 WIB dalam usia 95 tahun.
Umar mengembuskan napas terakhir setelah selama setahun terakhir mengidap penyakit di punggungnya. Jenazah Umar dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Pasiban di Jalan Sriwijaya, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan.
Nama Umar Matali memang tidak sepopuler tokoh-tokoh pejuang di Indonesia. Namun kedekatannya dengan sang proklamator kemerdekaan Indonesia serta sepak terjangnya dalam melawan Belanda terdengar di seluruh pelosok pulau penghasil timah itu.
Pengamat sosial Bangka Selatan, Rusmin, menceritakan masyarakat setempat mengenal sosok Umar atau yang akrab disapa Pak U sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan. Sewaktu berjuang mengusir penjajah, Pak U bersama rekannya, Alising, Karto Saleh, Said, Suhaili Toha, Iso Sahak, Hamid, dan Abdurahman, bergabung sebagai anggota Tentara Keamanan Rakyat Batalion 2 Markas Bangka.
"Almarhum pernah bertempur melawan Belanda di Toboali, tepatnya di depan Benteng Toboali dan depan Gedung Nasional. Dari delapan rekannya, hanya beliau yang selamat dari penyerbuan itu," ujar Rusmin kepada Tempo.
Rusmin mengisahkan pada 1946 Umar sempat ditangkap Belanda dan beberapa kali pindah penjara. "Setahun setelah ditangkap, Umar Matali dipindahkan ke tahanan Kota Pangkalpinang, lalu dipindahkan ke sel di Kota Mentok. Tak lama kemudian dikirim ke penjara Glodok. Selama di penjara Mentok itulah beliau berkenalan dengan Bung Karno dan Bung Hatta yang saat itu sama-sama ditawan Belanda," ujarnya.
Almarhum Umar Matali, kata Rusmin, pernah menceritakan bahwa Bung Karno selalu mengobarkan semangat perjuangan tanpa kenal lelah walaupun dalam penjara. Pertemuannya dengan Bung Karno dan Bung Hatta menambah semangat vitalitas mudanya untuk terus berjuang demi tumpah darahnya, Indonesia dan Merah Putih.
"Seusai dibebaskan Belanda pada 1951, semangat perjuangannya tetap tak pernah luntur untuk Indonesia. Semangat nasionalismenya amat tinggi dan besar," ujarnya.
Rusmin menambahkan pada 2005 Umar Matali mendapat penghargaan dari Radio Elshinta Jakarta dalam program Elshinta Peduli Pejuang. Kendati tak pernah mendapat pengakuan secara resmi dari pemerintah, Umar Matali dikenal sebagai pahlawan bagi masyarakat Bangka Selatan. "Menyebutkan pahlawan sebagai bentuk legitimasi yang tulus dan pengakuan atas jerih payahnya tanpa pamrih dalam membela negara dan Merah Putih," ujarnya.
SERVIO MARANDA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini