Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Warga Korban Erupsi Semeru: Rumah Ambruk, tapi Saya Bersyukur Masih Hidup

Erupsi Semeru membuat warga menyelamatkan diri, di antaranya ke masjid. Mereka menyenandungkan doa dan bersalawat berharap keselamatan.

6 Desember 2021 | 18.13 WIB

Prajurit TNI menyusuri jalur material guguran awan panas Gunung Semeru saat operasi pencarian korban di Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Senin 6 Desember 2021. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal dunia sampai Minggu sore berjumlah 14 orang dan operasi pencarian korban oleh tim SAR gabungan masih terus berlangsung. ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Perbesar
Prajurit TNI menyusuri jalur material guguran awan panas Gunung Semeru saat operasi pencarian korban di Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Senin 6 Desember 2021. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal dunia sampai Minggu sore berjumlah 14 orang dan operasi pencarian korban oleh tim SAR gabungan masih terus berlangsung. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Rusdi, 55 tahun, mengurungkan niatnya untuk mencari rumput buat pakan ternak kambing miliknya selepas waktu zuhur, Sabtu siang itu, 4 Desember 2021, sekitar pukul 13.00 WIB. Kondisi hujan saat itu membuat warga Dusun Curahkoboan, Desa Supiturang, Lumajang, ini memilih untuk beristirahat dan berdiam di rumah bersama istrinya, saudara ipar serta keponakannya, ngobrol sembari minum kopi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Setelah sekitar sejam lebih bersantai di dalam rumah, tiba-tiba dia mendengar suara dentuman dari kejauhan. Tak biasanya dia mendengar suara dentuman seperti itu. "Blussss," ujar Rusdi menirukan suara dentuman yang dia yakini sebagai aktivitas Gunung Semeru itu saat ditemui Tempo di Puskesmas Penanggal, Lumajang, Senin, 6 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rusdi kemudian membuka pintu dan melihat ke luar halaman. Dia terkejut ada lumpur hitam putih abu-abu bercampur debu. Saat itu, hujan mulai agak reda dan berganti gerimis. Dia bersama istri dan kedua kerabatnya itu memilih berdiam diri di rumah. "Satu kampung tidak ada yang keluar rumah saat itu. Mereka memilih berdiam di rumah," kata Rusdi.

Sekitar kurang lebih setengah jam Rusdi dan tiga orang lainnya berdiam di rumah. Situasi di luar gelap gulita. "Listrik padam," ujarnya.

Selama setengah jam itu, situasi sangat mencekam. "Sebentar gelap, sebentar agak terang. Kemudian gelap lagi, agak terang lagi," katanya.

Abu Semeru yang menghujani atap rumah berupa asbes bergelombang itu menimbulkan suara seperti rintik hujan. Hingga kemudian atap rumah itu ambrol karena tidak kuat menahan beratnya abu tebal yang menutupi seluruh permukaan atap asbes. "Terpaksa kami harus keluar untuk menyelamatkan diri," ujarnya.

Rusdi berjalan kaki hendak menuju masjid, sementara istrinya berboncengan sepeda motor bersama dua kerabatnya itu. "Salah satu masih anak kelas lima sekolah dasar," katanya.

Di luar rumah, hujan abu terasa agak panas. Rusdi berlari kecil sementara istri dan dua kerabatnya itu berboncengan. "Tiba-tiba motor macet dan mereka turun dari motor," katanya.

Rusdi mendengar ketiganya menjerit kepanasan. "Separuh kakinya hingga setengah tulang kering melepuh," katanya.

Ketiganya kemudian lekas-lekas keluar dari lumpur dan mencari tempat yang aman. "Untungnya beberapa meter dari tempat mereka jatuh, ada tempat yang aman," katanya.

Kemudian ada pertolongan datang dari warga setempat juga. Seorang pengendara motor trail menolong dan membawa ketiganya ke masjid. Saat itu di dalam masjid sudah penuh dengan orang yang menyelamatkan diri dari rumah masing-masing. "Hampir seluruh rumah di kampung ini rusak. Atapnya runtuh," kata Rusdi.

Rusdi dan istrinya memilih tempat di teras, khawatir atap masjid juga ambrol. Suara orang-orang menyenandungkan doa dan bersalawat terdengar dari dalam masjid. "Warga berdoa di dalam masjid," kata Rusdi.

Hingga tak lama kemudian ada Tim SAR dan TNI tiba di masjid untuk melakukan evakuasi. Lebih dari 100 warga lekas-lekas digiring menuju tempat yang aman karena khawatir ada erupsi susulan. "Istri berusaha untuk jalan tetapi tidak kuat. Saya akhirnya yang menggendongnya," kata Rusdi menambahkan.

Sebuah perjuangan berat bagi Rusdi berjalan kaki menuju Desa Sumbermujur. "Alhamdulillah, kami tiba di Balai Desa Sumbermujur dengan selamat," kata Rusdi.

Beberapa orang yang mengalami luka bakar termasuk istrinya dibawa ke Puskesmas Penanggal, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro. Sampai Senin pagi, 6 Desember 2021 ini, Rusdi menunggui istrinya yang masih menjalani perawatan di Puskesmas Penanggal. "Rumah saya ambruk dan tidak bisa ditempati lagi. Tapi saya tetap bersyukur masih hidup," katanya.

DAVID PRIYASIDHARTA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus