Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Hakim yang terdiri dari sembilan orang tersebut seluruhnya berpendapat sama. Sehingga, tidak ada perbedaan pendapat dalam putusan tersebut. Dengan putusan ini, maka UU nomor 20 tersebut dinyatakan tidak mengikat secara hukum. Permohonan berasal dari tiga kelompok, masing-masing dari Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia serta Yayasan 324. Selain itu, juga berasal dari Serikat Pekerja PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan Ikatan Keluarga Pensiunan Listrik Negara (IKPLN). Ketiga pemohon mendalilkan bahwa UU ketenagalistrikan didasarkan pada persaingan usaha dan dilakukan secara terpisah oleh badan usaha yang berbeda (unbundled), sehingga bertentangan dengan pasal 33 UUD45. Dalam jumpa pers yang digelar pasca pembacaan putusan. Ketua MK, Jimly Asshiddiqie yang didampingi Mukhtie Fadjar menyatakan putusan ini sangat penting karena merupakan putusan MK yang pertama terhadap UU di bidang ekonomi. Saya berharap saudara-saudara melihat persoalan ini secara tepat, katanya usai memimpin sidang pembacaan putusan judicial review UU No. 20 tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan. Dia menambahkan, urgensi putusan ini karena perekonomian sangat dominan peranannya dalam kehidupan suatu negara. Pada kesempatan yang sama, Mukhtie menyatakan, penolakan hakim terhadap uji formil UU Ketenagalistrikan karena pemohon tidak dapat membuktikan tuduhan kesalahan prosedur dalam pembentukan UU tersebut. Tetapi dalam permohonan pengujian materiil, permohonan ketiganya dikabulkan seluruhnya.Mukhtie menjelaskan, ada dua hal pokok yang menjadi ruh UU Ketenagalistrikan yakni, masalah unblundled dan kompetisi pengusahaan tenaga listrik. Menurutnya, seluruh paradigma UU Ketenagalistrikan mendasarkan pada dua hal tersebut. Karena paradigma UU tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD45. Maka, seluruh UU itu dinyatakan oleh Mahkamah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, ucapnya. Kendati demikian, Mukhtie menjelaskan, keputusan MK tersebut bersifat perspektif. Sehingga, berbagai komitmen yang dibuat dalam kurun waktu dua tahun mulai dari pengesahan UU pada tahun 2002 sampai putusan hari ini masih tetap berlaku. Komitmen-komitmen itu tetap dijalankan, kata dia. Selain itu, dengan keputusan tersebut, maka UU nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan berlaku kembali. Hal ini untuk menghindari kekosongan hukum di masyarakat. (ewo raswa)
Iklan
