TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rovicky Dwi Putrohari, mengatakan bahwa hampir tiap tahunnya topografi tanah Jakarta Utara mengalami penurunan. Sekarang, kata dia, penurunan tanah di Jakarta Utara sudah cukup jauh di bawah permukaan air laut. "Inilah salah satu penyebab kenapa air banjir susah surut di wilayah Jakarta Utara," ucap Rovicky kepada Tempo, Selasa, 22 Januari 2013.
Berdasarkan peta Jakarta Land Subsidence, titik wilayah di mana penurunan tanahnya paling parah adalah Muara Baru, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk, dan Kelapa Gading. Keempatnya memiliki angka penurunan tanah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Untuk wilayah Muara Baru, pada periode 2008-2009, permukaan tanahnya turun -14 cm dari permukaan air laut. Pada periode 2009-2010, angka itu bertambah lagi, turun sebanyak -15.2 cm dari permukaan air laut. Apabila dilihat dengan peta Land Subsidence, wilayah Muara Baru sudah ditandai dengan warna merah.
Sementara itu, untuk wilayah Pantai Mutiara, pada periode 2008-2009, permukaan tanahnya turun sebanyak -10,2 cm. Pada periode selanjutnya, permukaan tanahnya turun kembali sebanyak -7,7 cm.
Selanjutnya, untuk kelapa Gading, permukaan tanahnya menurun sebanyak -9.1 cm pada periode 2008-2009. Pada periode 2009-2010, kembali menurun tanahnya sebanyak -11,1 cm. "Paling parah adalah Pantai Indah Kapuk, pada periode 2009-2010, rate penurunan tanahnya sudah mencapai -21,1 cm per tahunnya," ujar Rovicky. Dia menambahkan bahwa ketinggian empat wilayah di atas sudah mencapai kurang lebih 1 meter di bawah permukaan laut dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Rovicky menegaskan, terus turunnya permukaan tanah di wilayah Jakarta Utara, terutama di empat wilayah yang diutarakan, lama-kelamaan akan membuat sistem drainase tak bekerja maksimal. Air bukannya mengalir meninggalkan wilayah permukaan tanah, malah bertahan sehingga tak kunjung surut. "Ibaratnya, fungsi drainase malah terbalik jadinya."
ISTMAN MP