TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Indonesia 2004-2009, Jusuf Kalla, mengatakan dengan kondisi ekonomi saat ini dibutuhkan kebijakan yang sangat drastis walaupun tak populis. Dia menilai para calon presiden belum berani menawarkan hal tersebut. Umumnya, apa yang mereka sampaikan masih normatif.
Kalla mengatakan salah satu contoh kebijakan yang dianggap tak merakyat, tetapi diperlukan adalah menaikkan harga bahan bakar minyak. "Hingga sekarang belum ada capres yang berani mengajukan hal tersebut, padahal perekonomian kita saat ini butuh langkah seperti itu," kata Kalla saat menghadiri acara Global Research Breifeing di Jakarta, Senin, 27 Januari 2014.
Selain itu, menurut Kalla, belum adanya kepastian calon yang akan maju juga menjadikan langkah kebijakan ekonomi Indonesia ke depan belum bisa ditebak. Walaupun begitu, dia memprediksi kebijakan perekonomian Indonesia tak akan banyak berubah dan tak akan mudah diubah, kecuali berani merombak APBN.
Menurut dia, ada dua hal dilematis dalam sistem perekonomian Indonesia selama ini. Pada zaman Orde Baru, sistemnya cenderung otoriter sehingga banyak monopoli. Sedangkan saat reformasi, dalam sistem yang lebih terbuka justru tingkat subsidinya lebih tinggi.
Dengan kondisi seperti itu, ruang pemerintah untuk mengambil kebijakan sangat sempit. "APBN Rp 1.800 triliun sudah habis untuk anggaran wajib sehingga biaya pendidikan hanya 15 persen. Bayangkan dengan subsidi yang mencapai 22 persen dari APBN," kata dia. "Idealnya, subsidi hanya sekitar 10 persen dari APBN."
FAIZ NASHRILLAH
Berita Terpopuler:
Cuit Anas Urbaningrum: Demokrat Ganti Ketua Umum
Irfan Bachdim Resmi Gabung Klub Jepang
Survei: PDIP Tak Usung Jokowi, Prabowo Menang
Arthur Irawan Bergabung ke Malaga