TEMPO.CO, Jakarta - Pergerakan nilai tukar rupiah yang terus menurun belakangan ini menyebabkan pelaku pasar cemas. Pagi ini nilai tukar rupiah menguat 0,09 persen ke Rp 11.879 per dolar AS, sementara indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka nyaris stagnan, naik 0,13 poin ke level 4.932,44 dibandingkan dengan level penutupan kemarin, sebesar 4.932,56.
Analis pasar modal, Steve Susanto, mengungkapkan pelemahan rupiah yang membuat neraca perdagangan memburuk itu bakal menuntut pemerintah bergerak cepat melakukan intervensi pasar. “Jika sudah mencapai Rp 12 ribu per dolar AS, segera lakukan (intervensi),” ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 5 Juni 2014.
Baca Juga:
Intervensi pasar oleh pemerintah, menurut dia, diperlukan untuk meredakan gejolak pasar saat ini, upaya itu memberikan sentimen positif secara sikologis bagi pelaku pasar, agar pelemahan rupiah segera teratasi, lanjut dia. “Minimal BI kelihatan bekerja, walaupun tidak tahu apakah berhasil atau tidak.” (Baca: Rupiah Jeblok, Beban PLN Melonjak)
Steve menyebutkan sejumlah faktor telah mempengaruhi kurs rupiah selama ini. Salah satunya adalah kondisi politik yang belum menentu menjelang pemilihan presiden 9 Juli mendatang. Selain itu, faktor global yang berasal dari Ukraina ikut menghambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Untuk menahan kurs rupiah agar tak makin merosot, ia meminta Bank Indonesia segera melakukan tindakan yang dihasilkan dari survei yang mereka miliki. “Dari survei consumer confidence dan survei bisnis sentimen saja BI pasti sudah diketahui faktornya,” tuturnya. (Baca: Rupiah Melemah, Pengusaha Cuma Kuat Hingga 12.000)
JAYADI SUPRIADIN
Berita terpopuler:
Apple Diskon Gede-gedean di ICS 2014
Chatib: Investor Asing Kaget Melihat Politik Indonesia
Pendapatan Premi Allianz Syariah Rp 623,6 miliar