TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Victor Inkiwirang memaparkan modus yang digunakan empat orang tersangka pengedar meterai palsu adalah dengan menawarkan dan menjualnya di bawah harga resmi. "Modus ini membuat masyarakat tertarik untuk membeli dengan alasan meterai diambil dari distributor atau agen sehingga harganya lebih miring," kata Victor di Polres Pelabuhan Tanjung Priuk, Rabu, 25 Mei 2016.
Polisi menangkap empat tersangka yang diduga pengedar meterai palsu tersebut, di antaranya Sukaryo (52 tahun), Lili Saputra (37 tahun), Musni (38 tahun), dan Suhaji (52 tahun). Keempat tersangka menjual meterai senilai Rp 6.000 dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 5.500.
"Mereka beralasan mengambil dari distributor padahal dalam hal ini meterai diawasi oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri)," kata Victor.
Pengedaran meterial palsu ini dinilai Victor dapat merugikan negara karena uang hasil penjualan sejatinya masuk ke kas negara. Dengan adanya modus meterai palsu, negara menjadi dirugikan. Selain itu, kerugian bagi masyarakat adalah setiap dokumen yang menggunakan meterai tersebut dinilai tidak sah di mata hukum.
Terungkapnya kasus peredaran meterai palsu ini berawal dari keresahan masyarakat di sekitar wilayah Tanjung Priok. Mereka menduga ada sekelompok orang yang mengedarkan atau menjual meterai dengan harga lebih rendah dari pasaran. "Peredaran meterai palsu ini sudah menjangkau seluruh Jakarta Utara dan Jakarta Timur," kata Victor.
Kepolisian menduga ada jaringan besar yang melatarbelakangi peredaran meterai palsu tersebut. Saat ini, kepolisian masih akan menyelidiki lebih lanjut. Kasus diduga berbeda dari penangkapan kasus serupa yang pernah diungkap oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priuk.
Keempat tersangka tersebut kini dijerat dengan Pasal 257 KUHP juncto Pasal 253 KUHP dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang bea materai. Mereka diancam dengan hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
LARISSA HUDA