TEMPO.CO, Jakarta - Bertepatan dengan Pekan Kesadaran Tiroid Internasional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan PT Merck Tbk mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap gangguan tiroid.
"Ada 17 juta penderita gangguan tiroid di Indonesia, tertinggi di Asia Tenggara jumlahnya," kata Imam Subekti, dokter spesialis penyakit dalam dari Divisi Metabolik Endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, di Hotel Grand Cempaka, Selasa, 24 Mei 2016.
Imam menjelaskan, gangguan tiroid adalah gangguan yang terjadi pada kelenjar tiroid atau dikenal juga dengan kelenjar gondok. Kelenjar tiroid berfungsi penting untuk memproduksi hormon yang mempengaruhi kinerja organ-organ tubuh. "Hormon tiroid juga berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak," kata Imam.
Menurut Imam, setidaknya ada dua jenis gangguan fungsi tiroid, yakni Hipertiroid (kelenjar memproduksi terlalu banyak hormon) dan Hipotiroid (kekurangan hormon tiroid). Gejala yang biasa dialami penderita hipertiroid antara lain berat badan turun, gemetar, berdebar-debar, mudah tersinggung dan menjadi lebih sering buang air besar.
Sementara penderita hipotiroid biasanya mengalami kenaikan berat badan, susah buang air besar atau sembelit, dan lambat bereaksi alias telmi. "Dalam beberapa kasus, gangguan tiroid dapat mengakibatkan gagal jantung yang berujung kematian," ujar Imam.
Imam lebih lanjut menerangkan, meskipun gangguan ini dapat dialami oleh siapa saja, namun perempuan lebih banyak mengalami gangguan ini. "Selain itu, individu yang sudah memiliki kelainan autoimun seperti Lupus atau Diabetes Tipe-1," ujar Imam.
Ketua umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan mengatakan pada anak - anak, hormon tiroid berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Jika tiroid kongenital tidak ditangani dengan segera, maka akan terjadi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. "Misalnya, pada umur yang seharusnya, anak masih belum bisa berbicara ataupun berdiri dengan baik," kata Aman.
Untuk mendeteksi gangguan tiroid, pemerintah sebetulnya telah mengeluarkan peraturan menteri kesehatan mengenai skrining tiroid kongenital (bawaan lahir). Sayangnya, penerapannya belum efektif. "Karena terkendala budget, tahun 2015-2016 hanya 5,2% bayi yang di-screening dari 33 provinsi," ujar Aman.
Selain itu, menurut Aman, belum semua rumah sakit pemerintah melakukan skrining tiroid kongenital. Selama ini, skrining dipusatkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat dan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. "Idealnya skrining, ketahuan, langsung kita obati," kata Aman.
Menurut Aman, setiap tahunnya ada 5 juta bayi yang lahir di Indonesia. Dengan prevalensi hipotiroid kongenital di Indonesia sebesar 1:2500, maka setiap tahunnya akan ada 1600 bayi yang mengalami hipotiroid kongenital. "Di Filipina setidaknya 60% bayi yang lahir langsung skrining tiroid, Vietnam 40%, Indonesia meskipun ada permenkes hanya 5,2%," kata Aman.
PRADITYO ADI | NUNUY