TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berpotensi menimbulkan kegaduhan baru. Saat ini, revisi tersebut sudah masuk ke Badan Legislasi DPR untuk diharmonisasi.
"Dari dunia usaha, asosiasi pengusaha, dan juga Kadin (Kamar Dagang dan Industri), revisi itu sudah menimbulkan reaksi yang sangat keras," ujar Misbakhun, yang juga merupakan anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Golkar itu, dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta Pusat, Sabtu, 22 Oktober 2016.
Dengan revisi itu, Misbakhun mengatakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dianggap akan mengambil alih semua peran dalam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. "Mulai dari investigasi sampai menutup, menuntut, dan memutus sebuah proses antimonopoli yang menimbulkan ketidakefisienan di pasar," katanya.
Menurut Misbakhun, dengan penguatan kewenangan KPPU itu, revisi tersebut terkesan sangat anti terhadap ekspansi usaha. "Dan juga terhadap proses merger serta terhadap pasar yang tidak berpihak ke konsumen. Kalau kita tidak hati-hati menyikapi ini, akan menimbulkan kegaduhan baru dan ke depan akan mempengaruhi legal inveroment," tuturnya.
Namun, Misbakhun menegaskan, DPR akan menjunjung keadilan dalam melihat revisi tersebut. Menurut Misbakhun, DPR akan tetap mengutamakan check and balance dalam proses revisi ini. "Ada kekuasaan, tapi juga harus ada kontrol. Selain itu, semua aspirasi dan kepentingan stakeholder juga akan diperhatikan," katanya.
DPR tengah merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam revisi itu, peran KPPU akan diperkuat, yakni untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan dalam pencarian alat bukti. Putusan KPPU nantinya juga akan bersifat final putusannya tidak dapat diajukan banding ke Mahkamah Agung.
ANGELINA ANJAR SAWITRI