TEMPO.CO, Jakarta – Dua kelompok menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat sore, 2 Desember 2016. Kelompok pertama adalah peserta Aksi Bela Islam lll, sedangkan kelompok lain berasal dari Gerakan Selamatkan NKRI (GSNKRI). Puluhan orang ini datang bergelombang menggunakan mobil untuk berunjuk rasa di depan gedung DPR.
Peserta Aksi Bela Islam yang datang berasal dari Pelajar Islam Indonesia dan Forum Syuhada Indonesia. “Tuntutan kami adalah tahan Ahok,” ujar Panglima Forum Syuhada Indonesia Diko Nugraha di depan gedung DPR.
Dalam unjuk rasanya, mereka menggelar aksi teatrikal menggunakan ondel-ondel dan barongsai. Pada akhir aksinya, mereka secara simbolis membakar kepala barongsai sebagai wujud tuntutan agar Ahok dipenjara.
Adapun pengunjuk rasa dari GSNKRI mendesak agar 10 orang yang ditangkap atas dugaan makar segera dibebaskan. Anggota GSNKRI, Gede Siriana, mengatakan pihaknya mendesak kepolisian membebaskan 10 orang yang dianggap melakukan makar. Dalam tuntutannya, Gede juga menyampaikan agar MPR mengembalikan UUD 1945. Mereka menolak rencana amendemen UUD 1945.
Siriana membantah bahwa pihaknya makar dengan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR. “Kami bukan makar, tapi ingin menegakkan konstitusi,” ujarnya.
Hingga pukul 18.00, kondisi DPR kondusif. Tidak ada ribuan orang yang datang seperti dalam aksi bela Islam pada 4 November 2016. Aparat gabungan pun tampak mulai bergegas membubarkan diri.
Ketua DPR Setya Novanto mengatakan para peserta aksi bela Islam tidak akan bergerak ke DPR. Sebab, sesuai dengan kesepakatan, peserta aksi akan berada di Monas.
DANANG FIRMANTO