TEMPO.CO, Jakarta - Ketua tim pemenangan bidang hukum dan advokasi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama -Djarot Saiful Hidayat, Pantas Nainggolan, meragukan independensi lembaga pelaksana Pemilihan Kepala Daerah seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Kami melihat ada kondisi yang meragukan kami tentang independensi mereka selaku pelaksana pilkada,” ujar Pantas di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Maret 2017. Indikasinya, kata Pantas, ada aturan main yang tiba-tiba berubah menjelang putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Baca: KPU Putuskan Ahok Cuti Lagi, Djarot: Kapan Kami Kerja
Menurut Pantas, sejak awal pedoman Pilkada mengacu pada Surat Keputusan KPUD Nomor 41 tahun 2016. Isinya pasangan calon hanya menjalani masa kampanye sejak 6 hingga 15 April 2017.
Namun, kata Pantas, tiba-tiba KPUD justru mengeluarkan SK nomor 49 tahun 2017. SK tersebut berisi tentang pedoman pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur di DKI Jakarta. Adapun isinya mengatur adanya perpanjangan masa kampanye, yakni mulai 7 Maret hingga 15 April 2017.
Lihat Quick Count Pilkada DKI di https://quickcount.tempo.co
“Hal itu sudah dilaporkan kepada Bawaslu, tapi hasilnya justru kami ragukan. Karena salah satu saksi Bawaslu (yang membenarkan laporan) tidak dicantumkan dalam putusan dan tidak jadi bahan pertimbangan. Itu tanda tidak independen,” ujar Pantas.
Indikasi lain, ujar Pantas, adalah keputusan atas permohonan sengketa nomor 001 tahun 2017 yang mereka ajukan. Keputusan disampaikan pada 22 Maret lalu. Masing-masing pihak mengajukan dua saksi ditambah datu orang saksi ahli terkait.
Baca juga: Pilkada DKI Putaran Kedua, PKS: Ahok-Djarot Harus Cuti
Tapi, ujar Pantas, empat keterangan saksi ada, tetapi saksi ahli tidak dicantumkan. “Kebetulan saksi ahli setuju dengan dalil dan keputusan kami. Kalau itu dicantumkan dan dia masukkan hasilnya akan berbeda," ujar Pantas.
LARISSA HUDA