TEMPO.CO, Jakarta - PT Gojek Indonesia tidak mempermasalahkan kehadiran layanan mereka mendapat penolakan. Yang terbaru, Go-Jek mendapat penolakan dari sopir angkot di Bukittinggi.
Senior Vice President Operation Gojek Indonesia, Arno Tse, mengatakan penolakan umumnya terjadi karena ketidaktahuan masyarakat dan pelaku usaha terhadap konsep bisnis yang dijalankan perusahaannya.
“Jadi begini, yang namanya barang baru pasti yang lamanya ada yang teriak. Ini lazim terjadi di manapun, tidak masalah,” katanya di Padang, Kamis, 10 Agustus 2017.
Dia mengatakan manajemen akan terus melakukan pendekatan dan merangkul pelaku usaha baik di bidang transportasi dan usaha lainnya untuk menjadi mitra perusahaan.
Arno mengatakan pada dasarnya pelaku bisnis konvensional belum mengerti dengan yang ditawarkan Go-jek. Dan yang melakukan penolakan, imbuhnya, perlu juga ditelusuri apakah betul sopir, atau yang punya usaha, atau ada yang lainnya.
Baca: Organda Demo ke DPRD Tolak Go-Jek Masuk Kota Bukittinggi
Meski mendapat penolakan semacam itu, Arno memastikan Go-jek tetap jalan terus untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mencari mitra sebanyak-banyaknya untuk mengembangkan bisnis dan kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, sebutnya, kehadiran Go-jek di satu daerah, tidak hanya mitra driver saja, tetapi juga bermunculan mitra lainnya, seperti rumah makan dan pelaku UMKM, yang intinya dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru.
Sebelumnya, ratusan sopir angkot menggelar demonstrasi menolak kehadiran Go-jek di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Mereka menyampaikan aspirasi kepada Ketua DPRD Bukittinggi dan meminta pemerintah daerah menutup operasional Go-Jek di daerah itu.
“Karena ada Go-Jek beroperasi di Bukittinggi sudah lebih kurang 200 unit. Ini yang merugikan usaha angkutan umum,“ ujar Ketua Organda Bukittinggi, Syafrizal.