Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kekerasan Terhadap Rohingya Sudah Diramalkan Sejak 1940  

image-gnews
Seorang wanita muslim Rohingya memasak makanan di tempat penampungan darurat di Kutupalang dekat Cox Bazar, Bangladesh, 3 September 2017. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Seorang wanita muslim Rohingya memasak makanan di tempat penampungan darurat di Kutupalang dekat Cox Bazar, Bangladesh, 3 September 2017. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Iklan

TEMPO.CO, Yangoon - Kekerasan sektarian yang menimpa warga minoritas Rohingya di Myanmar telah sejak lama dikhawatirkan oleh seorang staf kolonial Inggris.

John Furnivall, pada 1940-an telah meramalkan bahwa konsep kemajemukan yang dibawa oleh bangsa Eropa di Asia akan menjadi malapetaka di kemudian hari.

Kerajaan Inggris dan Belanda yang berkuasa di Asia datang dengan konsep kemajemukan terutama di Myanmar-atau Burma, seperti saat Furnivall tinggal dan bekerja di sana.

Furnivall adalah administrator pada 1902 dan menikahi orang Burma setempat. Meskipun dia meninggalkan koloni tersebut pada 1931, dia kembali pada 1948 untuk memberi saran kepada pemerintah pasca-kemerdekaan pertama.

Baca: Bisnis Migas di Myanmar Jadi Salah Satu Pemicu Konflik Rohingya? 

Deskripsi asli Furnivall tentang masyarakat majemuk sangat berbeda dengan cara "pluralisme" telah dipahami di Barat.

Alih-alih merujuk dengan menyetujui perbedaan etnis yang memilih secara bebas untuk hidup bersama, Furnivall menciptakan istilah tersebut untuk mengkritik pengenaan ras imigran pada masyarakat adat atas nama perdagangan bebas.

Hal ini terjadi paling jelas pada abad ke-19 di pelabuhan-pelabuhan kekaisaran Inggris dan Belanda, di kota-kota pesisir seperti Akyab (sekarang Sittwe) dan Rangoon (Yangon) di Burma, di Penang dan Singapura di Straits Settlements, dan di Batavia ( sekarang Jakarta) di pulau jawa, ibu kota Hindia Belanda.

Akhirnya, pemerintahan kolonial yang lebih formal diperluas dengan melakukan penaklukan terhadap orang asli atau warga lokal di tempat-tempat ini.

Sebagian besar, imigran, yang seringkali miskin, yang masuk ke wilayah-wilayah ini oleh bangsa Eropa adalah orang Tionghoa. Tapi terdapat jutaan warga Asia Selatan, kebanyakan dari mereka Muslim, bermigrasi juga, terutama ke Burma, yang kemudian dikelola oleh Inggris.

Para imigran sering dijadikan sebagai tenaga kerja buruh di tambang tembaga dan perkebunan karet. Tapi mereka juga berkontribusi pada semangat kewirausahaan dan hubungan perdagangan yang membantu menciptakan kekayaan dan vitalitas para pengusaha kolonial seperti di Rangoon dan Singapura.

Rangoon adalah kota yang dihuni mayoritas etnis India yang dibawa oleh Inggris pada 1920-an. Penyair Cile, Pablo Neruda, yang berada di konsul Inggris di sana saat itu, menggambarkan Rangoon sebagai "kota darah, mimpi dan emas".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baca: Rohingya Angkat Senjata, Ribuan Warga Lari dan Dievakuasi  

Tapi seperti yang Furnivall lihat, kekayaan itu sebagian besar terjadi dengan mengorbankan orang asli Burma, orang-orang Melayu di Malaysia, orang Jawa di Jawa dan sebagainya. Memang, banyak kelompok seperti itu merasa diliputi oleh orang asing yang berada di bawah perlindungan kolonial.

Menurut Furnivall perlindungan terhadap kaum imigran akan hilang ketika kolonial sudah tidak ada lagi di tempat-tempat tersebut. Sehingga akan memicu peristiwa berdarah di kemudian hari.

"Seluruh masyarakat kambuh menjadi anarki begitu kekuatan kolonial telah berlalu," kata Furnivall pada saat itu, seperti yang dilansir The Economist.

Dan, apa yang diramalkannya tersebut terjadi pada saat ini, terutama di Myanmar, dimana etnis Rohingya yang dibawa oleh Inggris pada sekitar abad ke 18, menjadi sasaran kekerasan oleh militer negara.

Masyarakat pasca-kolonial telah berurusan dengan kekhawatiran ini sejak saat itu. Kerusuhan ras di Malaysia dan Singapura pada 1969 mengadu bangsa Melayu dengan orang Cina. Beruntung hal itu segera diatasi.

Sebaliknya, pemerintah militer pasca-kolonial di Myanmar mencoba strategi yang berbeda. Alih-alih merancang cara untuk mengatasi masyarakat majemuk, mereka mencoba membongkarnya.

Junta yang merebut kekuasaan di Burma pada 1962 mengusir ratusan ribu orang India, Cina dan non-Burma lainnya dalam upaya menghancurkan masyarakat majemuk dan menciptakan Burma yang benar-benar homogen.

Di Myanmar barat, warga Rakhine (Budha) sedang menyelesaikan pembersihan etnis yang dimulai pada 1960. Mereka membersihkan apa yang tersisa dari masyarakat majemuk, terutama dari Muslim Bangladesh atau Rohingya.

Kekerasan itu berlangsung hingga kini, bahkan setelah pemerintahan demokratis di bawah kekuasaan Aung San Suu Kyi. Banyak orang asing mengkritik pemenang hadiah Nobel perdamaian karena tidak membela kaum Rohingya di Rakhine. Dia tahu bahwa jika dia berbicara, dia akan kehilangan banyak simpati di kalangan Burma dan meruntuhkan harapannya untuk tetap berkuasa.

THE ECONOMIST | YON DEMA




Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

10 jam lalu

PSDKP KKP menangkap kapal asing berbendera Malaysia melakukan illegal fishing di perairan Selat Malaka, Kamis, 25 April 2024. Foto: PSDKP KKP
Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.


Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

2 hari lalu

Tentara berdiri di samping kendaraan militer ketika orang-orang berkumpul untuk memprotes kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. REUTERS/Stringer/File Photo
Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.


Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

2 hari lalu

Seorang personel militer berjaga, ketika 200 personel militer Myanmar mundur ke jembatan ke Thailand pada hari Kamis setelah serangan selama berhari-hari oleh perlawanan anti-junta, yang menyatakan mereka telah memenangkan kendali atas kota perbatasan Myawaddy yang penting, yang terbaru dalam sebuah serangkaian kemenangan pemberontak, dekat perbatasan Thailand-Myanmar di Mae Sot, provinsi Tak, Thailand, 11 April 2024. REUTERS/Soe Zeya Tun
Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.


Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

5 hari lalu

Pengungsi Rohingya menempati penampungan sementara di llanta pasar gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Senin, 18 Desember 2023. Polresta Banda Aceh menetapkan salah seorang imigran Rohingya Muhammad Amin (35) sebagai tersangka yang menyeludupkan 136 orang pengungsi Rohingya penghuni kamp penampungan Coxs Bazar Bangladesh ke Desa Lamreh, Kabupaten Aceh Besar yang saat ini menempati lantai dasar gedung BMA. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan


Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

5 hari lalu

Maung Zarni. Rohringya.org
Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976


Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

6 hari lalu

Tentara Thailand berlindung di dekat Jembatan Persahabatan Thailand-Myanmar ke-2 selama pertempuran di sisi Myanmar antara Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) dan pasukan Myanmar, yang berlanjut di dekat perbatasan Thailand-Myanmar, di Mae Sot, Provinsi Tak, Thailand, April 20, 2024. REUTERS/Soe Zeya Tun
Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

Pertempuran berkobar di perbatasan timur Myanmar dengan Thailand memaksa sekitar 200 warga sipil melarikan diri.


Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

7 hari lalu

Militer Israel menunjukkan apa yang mereka katakan sebagai rudal balistik Iran yang mereka ambil dari Laut Mati setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke arah Israel, di pangkalan militer Julis, di Israel selatan 16 April 2024. REUTERS/Amir Cohen
Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

Top 3 dunia adalah Iran siap menghadapi serangan Israel, sejarah kudeta di Myanmar hingga Netanyahu mengancam.


Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

8 hari lalu

Seorang tentara dari Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) berpatroli dengan kendaraan, di samping area yang hancur akibat serangan udara Myanmar di Myawaddy, kota perbatasan Thailand-Myanmar di bawah kendali koalisi pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Persatuan Nasional Karen, di Myanmar, 15 April 2024. REUTERS/Athit Perawongmetha
Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

Myanmar, yang dulunya dikenal sebagai Burma itu telah lama dianggap sebagai negara paria ketika berada di bawah kekuasaan junta militer yang menindas.


Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

14 hari lalu

Seorang personel militer berjaga, ketika 200 personel militer Myanmar mundur ke jembatan ke Thailand pada hari Kamis setelah serangan selama berhari-hari oleh perlawanan anti-junta, yang menyatakan mereka telah memenangkan kendali atas kota perbatasan Myawaddy yang penting, yang terbaru dalam sebuah serangkaian kemenangan pemberontak, dekat perbatasan Thailand-Myanmar di Mae Sot, provinsi Tak, Thailand, 11 April 2024. REUTERS/Soe Zeya Tun
Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

Menlu Thailand Parnpree Bahiddha-Nukara tiba di perbatasan dengan Myanmar untuk meninjau penanganan orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran.


Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

14 hari lalu

Seorang anggota pemberontak Pasukan Pertahanan Kebangsaan KNDF Karenni menyelamatkan warga sipil yang terjebak di tengah serangan udara, selama pertempuran untuk mengambil alih Loikaw di Negara Bagian Kayah, Myanmar 14 November 2023. REUTERS/Stringer
Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

Thailand membuka menyatakan bisa menampung maksimal 100.000 orang warga Myanmar yang mengungsi.