Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

3 Indikator Ini Buktikan Indonesia Terdampak Perubahan Iklim

Dampak perubahan iklim telah dirasakan di Indonesia, paling tidak bisa terdeteksi dari tiga hal.

24 November 2017 | 14.35 WIB

Sekitar 50 meter tanggul di tepi pantai Tanjung Karang, Mataram (6/2), roboh akibat diterjang ombak setinggi 4 meter sejak kemarin. ANTARA/Ahmad Subaidi
Perbesar
Sekitar 50 meter tanggul di tepi pantai Tanjung Karang, Mataram (6/2), roboh akibat diterjang ombak setinggi 4 meter sejak kemarin. ANTARA/Ahmad Subaidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dampak perubahan iklim telah dirasakan di Indonesia. Menurut Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno, dampak itu bisa terdeteksi dari tiga indikator.

"Dampaknya ada tiga, yakni naiknya permukaan air laut, kerusakan terumbu karang, serta kondisi padang lamun dan mangrove yang tidak terlalu baik," kata Arif dalam Archipelagic and Island States (AIS) Conference di Jakarta, Selasa lalu. 

Havas menuturkan, berdasarkan laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hampir 30 persen terumbu karang di Indonesia dalam kondisi buruk akibat adanya penghangatan dan kenaikan suhu air laut.

Kondisi yang kurang baik juga dialami padang lamun. Sementara itu, mangrove Indonesia, meski ada yang memiliki kondisi cukup baik, ada pula yang sudah mulai kena abrasi.

"Masalah yang kita hadapi ini juga sama dengan masalah yang dihadapi negara-negara pulau kecil lain di dunia ini," katanya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Havas mengatakan pemerintah telah berkoordinasi dengan Sekretariat Regional Prakarsa Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (CTI-CFF) untuk mencari mekanisme terbaik untuk merestorasi terumbu karang.

Pemerintah juga akan menggelar pertemuan untuk menyusun peta kerusakan padang lamun dan mangrove guna mencari solusi restorasi terbaik. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan laut yang menjadi makanan dugong.

Havas mengaku, secara global, masalah laut memang masih dianggap sebelah mata meski perannya yang besar dalam kehidupan manusia.

"Perjanjian Paris itu tidak mengatur mengenai laut, padahal 70 persen dunia itu lautan. Makanya kami sepakat bahwa negara-negara pulau dan kepulauan harus bersatu memperjuangkan kaitan laut dan perubahan iklim," tuturnya.

Indonesia, bersama dengan Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), menginisiasi forum Konferensi Negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/AIS Conference) yang digelar di Jakarta, 21-22 November 2017, sebagai upaya menghadapi perubahan iklim.

Forum tersebut menjadi forum pertama yang mempertemukan negara pulau dan kepulauan dari seluruh dunia. Forum ini dihadiri delegasi dari Inggris, Timor Leste, Singapura, Solomon Island, Antigua and Barbuda, Bahrain, Kuba, Cyprus, Fiji, Indonesia, Jepang, Seychelles, Sri Lanka, Jamaika, Madagaskar, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts and Nevis, dan Filipina.

Inisiasi forum tersebut diharapkan dapat menghasilkan kerja sama yang nyata dalam bentuk pelatihan hingga pendanaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi akibat perubahan iklim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus