Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Katowice - Sejumlah pegiat lingkungan, dalam Konferensi Perubahan Iklim COP 24, menilai target menahan laju kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius pada 2030 bergantung pada negara-negara pemilik hutan tropis, termasuk Indonesia. "Hutan tropis adalah kunci agar target tersebut tercapai," kata Torbjorn Gjefsen dari Rainforest Foundation Norway dalam diskusi COP 24 di Katowice, Polandia, Selasa, 4 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebab itu, kata Gjefsen, negara-negara tersebut perlu mengambil sejumlah langkah untuk menyelamatkan hutannya. Di antaranya, menghentikan laju deforestasi dan degradasi hutan pada 2030, merestorasi hutan dan lahan gambut yang terdegradasi, dan meningkatkan pengakuan pada hak penguasaan lahan oleh masyarakat adat.
Gjefsen menyebut negara pemilik hutan tropis itu adalah Brasil, Indonesia, Kolombia, Peru, dan Kongo. Berdasarkan pemantauannya bersama tim, negara-negara tersebut tak memiliki rencana nyata untuk menghentikan laju deforestasi dan degradasi hutan pada 2030.
Pada tahun itu, laju deforestasi juga akan tetap berlanjut meski angkanya lebih kecil. Indonesia, misalnya, menargetkan laju deforestasi 325 ribu hektare per tahun pada 2021-2030. "Pengakuan negara atas hak masyarakat adat juga kurang," kata Gjefsen.
Anggalia Putri Permatasari dari Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, penyelamatan hutan tropis menyumbang satu per tiga usaha mengerem kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celcius. Anggalia mendorong agar pemerintah Indonesia memperkuat moratorium pembukaan lahan hutan. Moratorium pembukaan lahan untuk sawit, misalnya, hanya tiga tahun. Padahal, industri sawit disorot karena merambah hutan dan kerap memicu konflik dengan masyarakat adat.
Selain itu, kata Anggalia, pemerintah harus mengevaluasi semua jenis perizinan, baik izin hutan, tambang, atau penanaman sawit. "Indonesia punya masalah dengan transparansi," katanya. Evaluasi ini termasuk membekukan konsesi hutan di Papua yang telah diberikan kepada sejumlah perusahaan.
Menurut Anggalia, hutan primer Papua masih cukup terjaga karena pemberian izin tersebut belum berlanjut pada pembukaan kawasan hutan. "Kalau betul-betul izinnya diaktifkan, kita tak bisa bayangkan bagaimana jadinya hutan Papua," ujarnya.
Indonesia memasang target bisa menurunkan emisi hingga 29 persen pada 2030 atau hingga 41 persen dengan bantuan internasional. Pemerintah pun telah mencanangkan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) Indonesia sebesar 2,8 giga ton karbondioksida pada 2030. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, pada tahun ini penurunannya mencapai 0,8 giga ton.
Menurut Siti, penurunan tersebut salah satunya berkat laju deforestasi yang menurun. Pembukaan lahan sawit, misalnya, dimoratorium selama tiga tahun atas perintah Presiden Joko Widodo. Dalam strategi implementasi NDC yang ditetapkan pemerintah, target penurunan 29 persen tadi diharapkan datang dari lima sektor, yakni kehutanan (17,2 persen), energi (11 persen), pertanian (0,32 persen), industri (0,1 persen), dan limbah (0,38 persen).
Anggalia menambahkan, pengurangan emisi gas rumah kaca jangan hanya mengandalkan sektor kehutanan. "Kalau bahan bakar fosilnya tak dikurangi, emisinya tetap tinggi," ujarnya.
Simak kabar terbaru seputar Konferensi Perubahan Iklim COP 24 hanya di kanal Tekno Tempo.co.