Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah 822 ekor sapi terkonfirmasi infeksi virus Lumpy Skin Disease (LSD), menurut data dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Sragen per tanggal 3 Februari 2023. Dalam sehari, penambahan kasus sebanyak 1 ekor sampai sebanyak kasus aktif 798 ekor ini, sembuh 15 ekor, mati dipotong 3 ekor dan mati sebanyak 6 ekor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menginstruksikan, jajaranya segera menangani LSD yang sebelumnya berhasil membereskan PMK. Gubernur Ganjar juga menyatakan sosialisasi penyuluhan LSD dengan peternak harus dilakukan sebagai upaya pencegahan dini penyebaran penyakit tersebut.Sampai sekarang, LSD telah menyerang hewan ternak di Kabupaten Sragen, yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Chief Veterinary Australia, Dr Mark Schipp dalam laman agriculture, memberikan informasi bahwa penyakit ini hanya menyerang sapi dan kerbau, sehingga tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia.
LSD menimbulkan tingkat kematian yang rendah, namun menyebabkan penyakit yang signifikan pada hewan ternak yang terinfeksi – dengan kerugian ekonomi akibat hilangnya kondisi tubuh, penurunan produksi susu, aboris, kemandulan dan kulit rusak dari nodul kulit yang berkembang. Apalagi, beberapa hewan dapat terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit.
Mulai tersebar dari Afrika, Timur Tengah dan Turki, kemudian tahun 2019, penyakit ini meluas ke seluruh China dan Asia Tenggara; dan pada tahun 2021, LSD terkonfirmasi di Vietnam, Thailand, Malaysia, hingga Indonesia. LSD disebabkan terutama oleh serangga, seperti lalat dan nyamuk yang menggigit, dan kemungkinan kutu. Vektor serangga ini juga dapat menyebar melalui cara alami, seperti kontak langsung antara hewan pada sekresi dan ekresi.
Pakan, air, kendaraan, dan sarana iatrogenik yang terkontaminasi, misalnya penggunaan jarum berulang kali pada hewan yang berbeda, semuanya dapat menyebarkan penyakit. Selain itu, LSD dapat ditumpahkan dalam air mani dan memungkinkan terdapat dalam susu hewan yang terinfeksi.
Melansir dari dpi, sekali dalam satu kawanan, penyakit kulit ini sulit diberantas karena infeksi subklinis dan adanya serangga yang menyebarkan virus. Gejala-gejala klinis LSD meliputi: nodul kulit yang menonjol hingga berkembang di bagian tubuh manapun, keropeng bisa di tengah nodul, pembengkakan anggota badan, tidak mau bergerak dan makan, kotoran hidung dan mata, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan produksi susu, dan abortus.
Cara terbaik untuk melindungi ternak dengan menerapkan rencana pengelolaan serangga, antara lain:
1. Pemantauan larva dan lalat dewasa dan jumlah nyamuk untuk mengetahui kapan harus mengambil tindakan
2. Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi jumlah tempat berkembang biak, misalnya, isi lubang, singkirkan genangan air dari wadah, dan pastikan saluran pembuangan mengalir bebas.
3. Menerapkan kontrol larvasida di badan air yang besar dan penyemprotan residu
4. Memahami catatan pengendalian bahan kimia dan nyamuk, dengan berdiskusi pemerintah dengan bidang yang sama pada daerah setempat, dan selalu gunakan bahan kimia sesuai label produk.
BALQIS PRIMASARI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.