Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Bukit Berundak di Purworejo Berbahaya bagi Wisatawan  

Temuan batu berundak di Bukit Pajangan, Makem Dowo, Sidomulyo, Kabupaten Purworejo, yang disebut sebagai candi baru, bukan buatan manusia.

18 Agustus 2016 | 17.41 WIB

Warga mendatangi batu berundak di Pajangan, Makem Dowo, Sidomulyo, Purworejo, Jawa Tengah, yang tersingkap setelah ada gempa, Juni 2016. Arkeolog mengatakan batuan itu bukan bekas candi, tapi batu andesit bentukan alam. (Dok. Marsis Sutopo)
Perbesar
Warga mendatangi batu berundak di Pajangan, Makem Dowo, Sidomulyo, Purworejo, Jawa Tengah, yang tersingkap setelah ada gempa, Juni 2016. Arkeolog mengatakan batuan itu bukan bekas candi, tapi batu andesit bentukan alam. (Dok. Marsis Sutopo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Temuan batu berundak di Bukit Pajangan, Makem Dowo, Sidomulyo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menghebohkan dan menjadi viral di media sosial. Batu-batuan itu disebut bagian dari candi baru yang lebih luas dan tua daripada Candi Borobudur. Sejumlah ahli pun terjun menelusuri kabar itu.

Hasilnya, bebatuan itu diperkirakan bukan bagian dari kompleks candi. Lokasi tersebut kini mulai sering dikunjungi wisatawan lokal. Para ahli tidak merekomendasikan apa pun, termasuk agar bukit itu dijadikan lokasi wisata.

“Kalau jadi obyek wisata, ya, hati-hati saja karena itu lokasinya curam dan tinggi. Apalagi sekarang masih hujan dan gampang longsor. Itu prediksi kami belum final mengelupasnya,” ujar Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo kepada Tempo, Kamis, 18 Agustus 2016.

Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto, yang juga telah menyambangi lokasi tersebut, berkesimpulan sama bahwa temuan di Purworejo itu bukan mengarah pada situs candi atau artefak sejarah purbakala lain. “Berbeda dengan temuan di Gunung Padang sebelumnya, masih ada sedikit sentuhan tatah manusia, ini sama sekali tidak ada,” ujarnya. 

Siswanto pun menuturkan pemerintah setempat berniat membuat kawasan itu menjadi obyek wisata dan bisa masuk konteks wisata pendidikan geologi. Seperti proses pembentukan pegunan di masa lalu. “Tapi hati-hati karena lokasi tak memadai dan licin,” ucapnya.

Selain tak menemukan satu pun sentuhan manusia, para arkeolog dan geolog tak menemukan satu pun artefak pendukung sehingga temuan batu berdimensi 75 meter kubik itu layak dikategorikan sebagai situs. Batu tersebut hanya lapisan batuan biasa yang baru tampak akibat terjadinya longsor.

Marsis menambahkan, batuan di bukit itu memang seperti berundak karena proses alamiah geologi di masa lampau. Proses alamiah itu disebut sebagai columnar joint, yang berarti pembentukan dan/atau penggabungan tiang-tiang kekar yang terbentuk akibat magma dalam perut bumi keluar, lalu mengalami pendinginan dan menyusut. 

PRIBADI WICAKSONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus