Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bali - Indonesia dan Thailand bekerja sama mengembangkan teknologi pascapanen untuk buah-buahan. Untuk tahap awal, buah mangga dipilih sebagai fokus kerja sama.
"Buah-buahan Thailand dikenal luas di dunia. Ekspornya ke negara-negara lain sangat besar. Mereka memiliki teknologi pascapanen yang membuat buah mampu bertahan lama saat pengiriman," kata Deputi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Eniya Listiani di sela acara Science and Technology in Society Forum di Badung, Kamis, 20 April 2017.
Eniya menjelaskan, untuk tahap awal kerja sama riset, Indonesia dan Thailand memilih buah mangga karena buah tropis ini memiliki banyak varietas dan sering terpilih menjadi makanan pendamping di berbagai acara.
"Mangga juga digemari masyarakat di berbagai negara, misalnya mangga Filipina yang terkenal di Jepang, padahal rasanya sepat. Seharusnya, Indonesia bisa mengekspor juga ke berbagai negara. Sayangnya, mangga punya kelemahan cepat busuk," katanya.
Thailand, kata dia, punya teknologi sulfurisasi menggunakan SO2, yang membuat mangga awet selama perjalanan pengiriman ke tempat-tempat lain.
BPPT juga sedang mengembangkan teknologi pelapisan buah menggunakan senyawa sejenis madu dengan kandungan lilin. Sebab, dengan kemasan vakum, buah masih tetap bisa teroksidasi dan membusuk. Hanya, teknologi ini cukup mahal menurut Eniya.
Dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M. Dimyati Markum mengatakan, sejak 2016, sebesar 43 persen anggaran penelitian dan pengembangan di Indonesia merupakan sumbangan dunia industri.
"Biasanya, industri hanya mau berbagi maksimal 20-25 persen dari anggaran riset per tahun, sementara 75-80 persen dikeluarkan pemerintah," katanya.
"Peran serta industri tersebut dalam bentuk pendanaan riset dalam skema konsorsium, seperti konsorsium roket. Mereka luar biasa antusias. Kesepakatan 43 persen ini didasarkan pada panduan yang mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106," ucapnya.
Ia berharap bentuk konsorsium bisa mengurangi ketimpangan antara lembaga riset dan dunia industri, khususnya di tengah minimnya anggaran riset nasional dan infrastruktur yang mulai menua.
ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini