Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pesatnya perkembangan industri pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE), membuka jalan bagi kecerdasan buatan (AI) untuk merambahnya.
Kini hadir AI di dunia interpreter yang mengklaim bisa menerjemahkan percakapan atau pidato secara real-time.
Asosiasi Juru Bahasa Konferensi Internasional mengantisipasi dengan membentuk gugus tugas.
RASA penasaran menyelimuti Tomás Pereira Ginet-Jaquemet begitu klien menolak tawarannya. Kuriositas juru bahasa konferensi untuk kombinasi bahasa Spanyol-Prancis itu kian menjadi lantaran penggantinya adalah perangkat lunak penerjemah yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (AI). “Saya tak percaya orang akan tahan mendengar suara sintesis nonmanusia selama lebih dari satu jam,” katanya melalui surat elektronik, 25 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tomás—begitu ia akrab disapa—penerjemah bahasa AI adalah solusi untuk kalimat-kalimat pendek atau percakapan sehari-hari. “Belum tentu bagus untuk konferensi selama dua hari yang menjadi ranah klien saya itu,” tutur pria yang bermukim di Paris, Prancis, ini. Tomás tak tahu alasan penolakan itu. Namun ia menduga kliennya memilih interpreter AI ketimbang juru bahasa manusia karena pertimbangan biaya yang lebih murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ihwal biaya AI yang jauh lebih murah itu diakui oleh juru bahasa konferensi yang menolak mengungkap identitasnya. Menurut dia, kliennya mengatakan AI sangat murah, tidak meminta uang lembur, dan tak memerlukan tiket penerbangan dan akomodasi. “Harganya hanya US$ 300 untuk satu bahasa,” ujarnya tanpa menyebut nama aplikasi interpreter AI itu. Sebagai perbandingan, tarif juru bahasa level senior US$ 600-750 per delapan jam.
Diah Permana, Direktur Penjualan dan Pemasaran PT Melali Mice di Kuta, Bali, penyelenggara konferensi profesional, mengatakan penggunaan AI atau manusia tergantung permintaan klien. “Peluang AI kemungkinan besar adalah korporat yang tak memiliki anggaran besar untuk mendatangkan juru bahasa manusia,” kata Diah. Ia menambahkan, sekitar 70 persen kliennya adalah instansi pemerintah yang masih memerlukan juru bahasa manusia.
Pesatnya perkembangan industri pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE) telah membuka jalan bagi AI untuk merambahnya. Kini hadir AI di dunia interpreter yang mengklaim bisa menerjemahkan percakapan secara real-time atau waktu aktual. Awalnya teknologi ini berkembang hanya untuk teks, tapi sekarang AI bisa menggantikan juru bahasa simultan. Pengguna bisa mendengar pembicara bahasa asing secara langsung dalam bahasa yang diinginkan.
CEO Google Sundar Pichai mengenalkan produk terbaru Google, Gemini, di Mountain View California, Mei 2023/Google
Salah satu perangkat itu adalah Aivia dari Interprefy, perusahaan AI yang berbasis di Zürich, Swiss. Aivia diklaim mampu mengeluarkan 24 bahasa dan aksen regional. Chief Executive Officer Oddmund Braaten di situs web Interprefy mengatakan Aivia menggabungkan teknologi AI terbaik dan pengalaman bertahun-tahun untuk memberikan solusi bagi ribuan acara serta keahlian teknis. “Ini perangkat speech translation paling akurat dan fleksibel yang tersedia di pasar saat ini.”
Namun Braaten menegaskan bahwa Aivia bukan pengganti juru bahasa profesional. Terutama dalam beberapa momen tertentu, seperti percakapan diplomatik dan sesi yang berhubungan dengan regulasi atau legal. Menurut dia, seorang ahli bahasa dengan keterampilan tertentu akan lebih dapat membaca audiens dan memberikan lokalisasi bernuansa dalam mengakomodasi sarkasme, humor, atau idiom.
Dalam blognya, Interprefy menuliskan empat fitur utama Aivia, yaitu menerjemahkan pidato ke banyak bahasa, mengenali bahasa yang sedang diucapkan oleh pembicara, meningkatkan mutu terjemahan, dan terintegrasi secara mulus dengan platform pertemuan pihak ketiga. Aivia juga memberi pilihan suara yang paling sesuai dengan audiens, terdengar alami, menampilkan suara pria atau wanita, bahkan mengakomodasi berbagai aksen.
Pengembang AI lain yang tak kalah ambisius adalah Google DeepMind yang meluncurkan Gemini pada awal Desember 2023. Gemini merupakan teknologi AI yang bersifat multimodalitas. Menurut Demis Hassabis, CEO dan Co-founder Google DeepMind, dalam blognya pada 6 Desember 2023, teknologi ini dapat menggeneralisasi dan memahami dengan lancar, mengoperasikan, serta menggabungkan berbagai jenis informasi, termasuk kode, teks, audio, gambar, dan video.
Selain itu, Gemini memiliki kemampuan multibahasa. Meskipun belum diketahui apakah Gemini cocok untuk menggantikan juru bahasa, AI terbaru ini mungkin dapat menghasilkan interpretasi bahasa secara langsung. Tomàs menuturkan, Gemini bagus dalam memberi terjemahan verbal untuk kalimat-kalimat sederhana, misalnya ketika kita berada di negara asing dan bertanya kepada orang di jalan. “Tapi tidak bagus untuk pidato,” tutur Tomàs.
Presiden Asosiasi Juru Bahasa Konferensi Internasional (AIIC) Jennifer Fearnside-Bitsios mengatakan perkembangan AI dalam profesi juru bahasa memang tidak bisa dihindari. “Kemungkinan penggunaan AI tampaknya tidak terbatas sehingga membuat AI terlihat menakutkan. AI berpotensi berbahaya jika disalahgunakan, tapi bisa juga menarik,” kata Jenny—panggilannya sehari-hari.
AIIC, Jenny mengungkapkan, merespons fenomena AI ini salah satunya dengan membentuk Gugus Tugas AI (AITF) yang dimotori oleh Tomás. Tugas AITF, Tomás menambahkan, adalah menemukan suara dan keputusan bersama mengenai AI yang mewakili pendapat semua wilayah, jaringan, dan grup AIIC. “Caranya adalah menganalisis solusi interpretasi berbasis AI dan aspek umum AI lain, lalu mengujinya untuk mengetahui secara obyektif apa yang dapat AI tawarkan,” ucapnya.
Jenny menambahkan, AI tidak harus ditakuti karena merupakan perangkat yang, jika digunakan dengan layak, dapat membantu juru bahasa dalam bekerja, “Misalnya untuk persiapan pertemuan serta prompt angka, akronim, dan nama. Ini tergantung kita untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang bisa diaplikasikan secara beretika ke dalam pekerjaan untuk membuat kita menjadi juru bahasa yang lebih baik.”
Respons juru bahasa terhadap AI pun beragam. Mulyani dari Jakarta, misalnya, merasa khawatir akan inovasi AI terhadap penjurubahasaan yang terbilang baru ini. Mulyani yang sebelumnya adalah penerjemah tulis sudah merasakan imbas majunya perkembangan penerjemahan AI untuk teks. “Berupaya meningkatkan kemampuan agar mumpuni di bidang yang belum dirambah AI. Misalnya penjurubahasaan di pengadilan,” tuturnya.
Theodorus Sule Sanapang dari Bekasi, Jawa Barat, yang juga juru bahasa kombinasi bahasa Inggris-Indonesia, punya pendekatan berbeda. “Antisipasinya, kita harus back to basic, melihat hal-hal mendasar yang perlu diperbaiki dan dikembangkan sebagai juru bahasa,” ucapnya. Menurut Theodorus, yang juga guru bahasa Inggris persiapan IELTS dan TOEFL, konteks budaya dan aksen yang mewarnai bahasa Indonesia sangat kental dan belum terjamah AI.
Penggunaan aplikasi penerjemah untuk berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara di Tokyo, Jepang, 26 Juli 2023/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/File
Lain halnya dengan Vivi Zuber dari Tangerang Selatan, Banten, yang sudah malang melintang dalam penjurubahasaan selama lebih dari 20 tahun. Ia menanggapi santai ihwal kompetisi juru bahasa dengan AI. “Saya tak merasa terancam karena keberadaan AI belum meluas. Sejauh ini AI masih kurang dalam rasa bahasa,” ujar Vivi. “Kita harus memantau perkembangan AI agar bisa mencari kelemahannya. Itulah yang dibuat menjadi kelebihan kita sebagai manusia.”
Jenny menegaskan pesannya kepada para juru bahasa bahwa interpretasi manusia secara langsung merupakan standar emas yang digunakan untuk mengukur segala hal. “Sebagai manusia, kita bisa memberikan empati dalam bahasa. Mesin (sejauh ini) tak mampu melakukannya. Itulah yang membuat perbedaan nyata,” kata Jenny. “Sentuhan manusia tidak tergantikan. Itulah pesan yang perlu terus kami sampaikan.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Perkawanan Juru Bahasa dengan Kecerdasan Buatan"