Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Mahasiswa FTUI Kembangkan Batu Bata dari Lumpur Lapindo dan Limbah Kertas

Tim mahasiswa FTUI ini telah mempresentasikan gagasan inovatif batu bata ramah lingkungan LUSSI pada ajang The 2nd Trail by VINCI Construction.

3 September 2020 | 17.22 WIB

Mahasiswa FTUI mengembangkan batu bata dari lumpur Lapindo dan limbah kertas. Kredit: Dok. Humas UI
Perbesar
Mahasiswa FTUI mengembangkan batu bata dari lumpur Lapindo dan limbah kertas. Kredit: Dok. Humas UI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Empat mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) melakukan inovasi batu bata ramah lingkungan yang terbuat dari lumpur Lapindo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Gagasan inovatif yang diberi nama LUSSI (Lapindo Mud for Super Sustainable Brick) ini tengah diteliti sebagai alternatif pengganti batu bata tanah liat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keempat mahasiswa FTUI tersebut adalah Pawestri Cendani (Teknik Sipil 2017), Muhammad (Teknik Sipil 2017), Luqmanul Irfan (Teknik Sipil 2017), dan Jilan Athaya (Teknik Lingkungan 2017), dan di bawah bimbingan dosen FTUI, Mohammed Ali Berawi.

Formula yang dikreasikan oleh tim ini sangat mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. “Berdasarkan data yang kami terima dari lapangan, setidaknya terdapat 35.770.000 m3 lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki 1.599.000 ton limbah kertas per tahun yang berdampak pada meningkatnya 470.000 ton CO2,” ujar Muhammad, Kamis, 3 September 2020.

Proses pembuatan batu bata LUSSI menggunakan substitusi bahan lumpur Lapindo yang dicampur dengan limbah kertas.

“Untuk setiap 100.000 batu bata dibutuhkan 66 m3 lumpur dan 66 m3 limbah kertas. Dengan formulasi yang kami rancang tersebut mampu mengurangi sekitar 0,02 ton produksi polusi CO2 untuk setiap 100.000 batu bata yang diproduksi,” ujar Pawestri terkait inovasi batu bata LUSSI.

Selain ramah lingkungan, batu bata LUSSI juga memiliki keunggulan lainnya dibandingkan batu bata tanah liat. “Batu bata LUSSI lebih ramah lingkungan, ringan (910 kg/m³ dibandingkan batu bata biasa 1500 kg/m³ atau beton 950 kg/m³), lebih murah, dan dapat membuka lapangan pekerjaan di daerah Sidoarjo,” ujar Luqman.

Pemanfaatan lumpur lapindo menjadi langkah yang tepat untuk mengurangi dampak yang dirasakan masyarakat. Selain itu, kehadiran batu bata LUSSI diharapkan dapat mensubstitusi penggunaan batu bata tanah liat.

Bahan baku pembuatan bata tanah liat berasal dari tanah liat yang diperoleh dari penggalian sedalam 2-3 meter. Proses penggalian ini menimbulkan masalah baru, yaitu terjadinya degradasi tanah dan kerusakan lingkungan.

“Seperti yang kita ketahui, batu bata tanah liat memanfaatkan sumber daya tidak terbarukan. Maka dengan inovasi batu bata LUSSI diharapkan dapat menjadi material alternatif lain pengganti tanah liat yang lebih ramah lingkungan,” kata Jilan.

"Selain itu, batu bata LUSSI juga dapat menjadi solusi untuk mengatasi bencana lumpur Lapindo, dapat mengurangi kerusakan lingkungan, serta menekan produksi limbah kertas di Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan batu bata untuk proses pembangunan tetap dapat terpenuhi tanpa harus merusak lingkungan,” tambahnya.

Tim mahasiswa FTUI ini telah mempresentasikan gagasan inovatif berkenaan batu bata ramah lingkungan LUSSI pada ajang The 2nd Trail by VINCI Construction. Keempat mahasiswa tersebut telah mensimulasikan formulasi batu bata LUSSI di hadapan para juri dan berhasil meraih 2nd Runner Up Asia.

IRSYAN HASYIM

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus