Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mobil mungil itu melaju pelan masuk garasi, lalu berhenti. Sebelum keluar dari mobil, pengemudi mengamati dashboard. Hmm?, indikator baterai menunjukkan simpanan tenaga mobil sudah hampir habis. Si pengemudi turun, menarik gulungan kabel di bagasi, lalu menancapkannya ke colokan listrik di tembok garasi. Persis telepon genggam, setelah di-charge empat hingga enam jam, besok pagi mobil itu sudah siap digunakan lagi.
Adegan mirip film-film fiksi ilmiah itu memang belum bisa dilihat sekarang. Tapi kelak, mungkin dalam 2-3 tahun lagi, bila mobil listrik yang sekarang sedang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sukses diproduksi besar-besaran, adegan khayal tadi akan menjadi nyata.
Namun, bila ingin melihat bagaimana sosok versi uji coba mobil tadi, datanglah ke Kebun Raya Bogor atau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang. Di dua lembaga ini, mobil listrik bebas polusi itu sudah dipakai. Maklum, namanya uji coba, penggunaannya baru di area terbatas. Mobil ini juga belum bisa digeber melebihi 40 kilometer per jam.
LIPI mulai menggagas pembuatan mobil ini sejak 1999. Saat itu mereka memikirkan perlunya sebuah kendaraan yang harus memenuhi tiga hal: bebas polusi, hemat energi, dan yang terpenting, made in Indonesia alias inovasi anak negeri. Tantangan inilah yang mengusik Masrah, ahli power electronic di LIPI yang suka mengutak-atik otomotif.
Sebelumnya, ia sempat membuat sepeda motor yang onderdilnya dikerjakan secara manual bersama temannya. Sukses dengan kendaraan roda dua, sarjana teknik elektro dari Universitas Hasanuddin, Makassar, itu lantas bereksperimen membuat mobil impian tadi di kantornya, Jalan Sangkuriang, Bandung.
Dengan pembiayaan dari daftar isian proyek, Masrah mencicil pekerjaan selama tiga tahun pertama. Pada tahun 2000, ia memfokuskan pada penelitian sistem energi, termasuk sistem charging dan baterai yang paling cocok. Ternyata baterai basah (lead acid) adalah alternatif paling pas.
Tahun berikutnya ia mulai merancang sistem penggerak mobil, terutama sakelar mekanis maju mundur (SM 3) sebagai pengganti sistem persneling, blok mesin, dan dinamo. SM 3 digunakan untuk membalikkan putaran motor penggerak yang dilengkapi posisi netral.
Khusus untuk bagian paling penting, yaitu mesin, Masrah tak mau mengambil risiko. Sambil mencari struktur mesin yang paling pas, ia mengimpor blok mesin dari General Electric, Amerika Serikat. "Bagian ini menyedot 20 persen pekerjaan," katanya. Untuk 80 persen bagian lainnya, Masrah menggunakan bahan kandungan lokal.
Pada 2002 Masrah mencoba mengintegrasikan sistem energi dan sistem penggerak ciptaannya itu menjadi satu unit prototipe mobil pintar (smart car). Prototipe ini kemudian dibaptis dengan nama Marmut Listrik LIPI (Marlip). Kok, Marmut? "Untuk menyimbolkan kendaraan roda empat yang lebih kecil dari ukuran mobil umumnya, namun bisa bergerak lincah," kata Masrah.
Pada Juli 2002, Marlip untuk pertama kalinya diuji pada peringatan ulang tahun Kebun Raya Bogor. Bak marmut asli, Marlip meliuk-liuk lincah di kesejukan taman itu. Pengelola Kebun Raya langsung jatuh hati, lalu memesan tiga unit sebagai kendaraan khusus wisata. Masrah pun sejak itu tak lagi bekerja sendiri, karena ia telah ditunjuk mengepalai sebuah tim kecil yang mengembangkan prototipe awal itu.
Pada Mei 2003, giliran RSUD Karawang yang memesan empat unit. Di sini Marlip bertugas mengangkut para dokter dan pasien yang mondar-mandir di areal rumah sakit. Empat unit pesanan itu selesai dikerjakan dalam dua bulan, dengan tiga bentuk yang berbeda: Marlip Visitor, Mobilisasi Pasien, dan Linen/F&B.
Tipe yang pertama dirancang untuk memudahkan para dokter mengunjungi (visit) para pasien. Untuk itu, bagian hidung Marlip dilengkapi keranjang besar tempat peralatan dokter. Jenis kedua dilengkapi tempat tidur pasien di bagian kiri mobil, lengkap dengan tiang gantungan infus. Karena ada risiko sering terkena percikan darah, mobil ini banyak menggunakan bahan baja dan polimer tahan karat.
Tipe ketiga, Linen/F&B, digunakan untuk membawa linen kotor, atau makanan dan minuman. Kesamaan ketiga jenis ini adalah tak adanya atap dan pintu mobil. Kendati dirancang untuk kebutuhan rumah sakit, Masrah yakin mobilnya ini bisa untuk perhotelan, bandara, atau lapangan sepak bola.
Multifungsi dan kemudahan pengoperasian Marlip rupanya membuat Kapolri Da'i Bachtiar tergiur. Kapolri berpikir, selama ini mobil patroli biasa terlalu kencang dan boros sehingga patroli tidak efektif. Nah, Marlip yang bergerak lambat dan bisa masuk gang-gang sempit, pasti pas untuk mengawasi kompleks perumahan. Akhirnya, Kapolri memesan 100 unit. Pesanan juga datang dari Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan sebanyak dua unit, satu unit sedang dalam perjalanan dari Bandung ke Makassar.
Khusus untuk pesanan Polri, Masrah memodifikasi Marlip tipe Wisata (seperti mobil di lapangan golf). Bedanya, mobil ini dilengkapi lampu rotator, tempat senjata, alat komunikasi, tempat police line, dan tempat borgol. Bagian depan tipe ini sekilas mengingatkan pada model Daihatsu Espass, dengan perbedaan adanya potong melintang pada setengah bagian kaca depan.
Sebagai kendaraan di jalan, Marlip lumayan tangguh. Dia mampu melahap tanjakan 15 derajat meski harus merambat dengan kecepatan 20 kilometer per jam. "Kami sudah mengetes dari Bandung ke Lembang. Anda tahu bagaimana kondisi jalannya di sana. Kalau di Bandung bisa, di kota lain tak ada masalah," kata Masrah.
Sayangnya, pada 2004, hanya setahun sebelum masuk tahap produksi massal, proyek ini justru terhambat masalah finansial yang tidak enteng. Untuk memenuhi pesanan Polri saja, menurut Ketua LIPI Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, diperlukan dana sedikitnya Rp 3 miliar?sepuluh kali lipat anggaran daftar isian proyek untuk Marlip, yang masih tak beranjak dari kisaran Rp 300 juta per tahun.
Mengajak swasta? "Bisa saja, tapi tanpa insentif keringanan pajak, investor tak akan tertarik," katanya separuh mengeluhkan masih belum turunnya persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Jika saja ada insentif pajak, harga Marlip yang Rp 40-45 juta bisa dibuat lebih murah.
Memang inilah penyakit kita. Ada barang bagus, buatan bangsa sendiri, tapi dukungan begitu seret. Jangan-jangan kelak nasib Marmut ini akan teronggok di gudang LIPI, persis seperti proyek-proyek mobil nasional lain yang tak jelas lagi kabar beritanya.
Akmal Nasery Basral
Spesifikasi Umum Marlip
Berat kosong : 300 kg
Panjang : 275 cm
Tinggi : 160 cm
Jarak sumbu : 150 cm
Daya angkut : 2-4 orang (tergantung tipe) + bagasi
Kecepatan maksi : 40 km/jam
Motor penggerak : 36 volt DC Seri Traksi 2,5_7 TK
Sistem charging : 21 Ampere DC output 36
Baterai : Lead acid, 12 volt 200 Ah
Gear box (transmisi) : reduksi statis (langsung ke differential gear)
Shock breaker (depan & belakang) : per daun
Rem : mechanical drum
Material bodi : fiberglass & carbon, fiberglass & composite
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo