Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Pakar dari UGM Gunadi: Waspadai Omicron Varian BA.4 dan BA.5

Simak penjelasan Peneliti dari FKKMK UGM Gunadi mengenai Omicron varian BA.4 dan BA.5.

16 Juni 2022 | 18.50 WIB

Warga berolahraga tanpa mengenakan masker saat car free day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 22 Mei 2022. Sebagian warga tampak tidak menggunakan masker saat car free day setelah Presiden Jokowi melonggarkan kebijakan pemakaian masker di area terbuka. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Warga berolahraga tanpa mengenakan masker saat car free day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 22 Mei 2022. Sebagian warga tampak tidak menggunakan masker saat car free day setelah Presiden Jokowi melonggarkan kebijakan pemakaian masker di area terbuka. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah penyebaran Covid-19 cukup terkendali beberapa waktu, kini tren kenaikan harian kembali terjadi. Bahkan, saat ini disinyalir kemunculan subvarian baru Omicron varian BA.4 dan BA.5 yang keberadaannya cukup meresahkan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Meski memiliki tingkat kesakitan yang rendah dibanding varian lain, subvarian Omicron BA4 dan BA5 tetap harus harus diwaspadai. Lantas apa kata pakar soal ini? Peneliti dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi mengaku memang terjadi kenaikan kasus setelah Lebaran. Dibanding pada gelombang sebelumnya, kenaikan kasus kali ini terjadi lebih kurang 30 hari setelah Hari Raya dan diketemukannya subvarian BA.4 dan BA.5 di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Subvarian Omicron BA4 dan BA5 pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 6 Juni 2022 dan ditemukan 4 kasus. Keseluruhan kasus adalah pada laki-laki sudah divaksin 2 hingga 3 kali. Tiga di antaranya terkena subvarian Omicron BA5 adalah para pelaku perjalanan luar negeri pertemuan Global Platform Disaster Risk Reduction di Bali pada 23-28 Mei 2022.

“Rata-rata mereka ini tidak bergejala dan hanya satu yang mengeluhkan sakit tenggorokan dan merasakan badan pegal-pegal," ujar Gunadi pada Kamis, 16 Juni 2022 seperti dilansir di laman resmi UGM.

Ia menjelaskan subvarian Omicron BA4 dan BA5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibanding BA1 dan BA2. Subvarian baru ini tidak ada indikasi yang menyebabkan kesakitan lebih parah dibanding varian Omicron lainnya.

Subvarian BA4 dan BA5, dinilai, memiliki penurunan kemampuan terhadap terapi beberapa jenis antibody monklonal. Ia juga memiliki kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi varian Omicron.

Kenali Gejala Awal

Gunadi mengatakan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki banyak mutasi yang sama dengan varian Omicron asli tetapi memiliki lebih banyak kesamaan dengan varian BA.2. Kedua varian mengandung substitusi asam amino L452R, F486V, dan R493Q dalam spike receptor binding domain dibandingkan dengan BA.2.

“Mutasi L452R, yang juga terdeteksi pada varian Delta diperkirakan membuat virus lebih menular dan menghindari penghancuran sebagian oleh sel-sel imun. Mutasi F486V juga membantu menghindari pengenalan sistem imun," jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan karakteristik varian Omicron rata-rata memiliki tanda-tanda gejala awal seperti batuk (89 persen), fatigue (65 persen), dan hidung tersumbat atau rinore (59 persen). Gejala lainnya demam (38 persen), mual atau muntah (22 persen), sesak napas (16 persen), diare (11 persen) dan anosmia atau ageusia 8 (persen).

“Saat ini terdapat sejumlah kecil kasus BA.4 dan BA.5. Karenanya masih terlalu dini untuk mengetahui secara pasti apakah ada gejala baru yang terkait dengan garis keturunan ini. Namun, mengingat bahwa garis keturunan masih diklasifikasikan sebagai Omicron dan bahwa sebagian besar mutasi adalah sama, kemungkinan gejalanya akan serupa," ucapnya.

Bagaimana Penanganan BA.4 dan BA.5?

Oleh karenanya, kata dia, penanganan pada Covid-19  jika tanpa gejala cukup diberikan vitamin C, D, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi. Jika ringan diberikan vitamin C, D, Favipiravir atau Molnupiravir atau Nirmatrelvir/Ritonavir, pengobatan simtomatis, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi.

Sementara untuk gejala sedang diberikan vitamin C, D, remdesivir atau alternatifnya: Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP, pengobatan simtomatis, pengobatan komorbid dan komplikasi.

Untuk yang berat atau Kritis maka akan diberikan vitamin C, B1, D, remdesivir atau alternatifnya: Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, kortikosteroid, anti IL-6 (Tocilizumab/Sarilumab), antibiotik (pada suspek koinfeksi bakteri), antikoagulan LMWH/UFH/OAC berdasarkan evaluasi DPJP, tata laksana syok (bila terjadi) dan pengobatan komorbid dan komplikas.

“Apakah harus rawat rumah sakit atau isolasi mandiri, saya kira untuk yang tanpa gejala cukup dengan obat-obatan oral dan oksigen dan pemantauan bisa dilakukan sendiri atau tenaga medis secara tidak langsung. Beda dengan yang sedang, berat atau bahkan kritis, disamping obat-obatan oral, obat-obatan injeksi, oksigen dan lain-lain perlu kiranya dirawat di rumah sakit dan dipantau langsung oleh tenaga medis," terangnya.

Sebagai antisipasi, katanya, segera lakukan booster, tetap pakai masker di dalam ruangan, kendaraan umum, dan kerumunan. Selain itu, tidak terburu-buru untuk mencabut kebijakan bermasker.

“Pokoknya tetap patuhi protokol kesehatan. Protokol kesehatan akan selalu diperbaharui dan tetap menjadi acuan dalam kegiatan sehari-hari," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus