Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Sapi bali merupakan salah satu spesies sapi unggul asli Indonesia yang memiliki adaptasi luar biasa terhadap kondisi lingkungan ekstrem. Peneliti di Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ikhsan Suhendro meneliti sapi bali terkait dengan warna bulunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, sapi betina secara umum berwarna coklat kemerahan, sedangkan sapi jantan berubah menjadi hitam setelah mencapai kedewasaan seksual. “Perubahan ini menjadi indikator penting dalam seleksi hewan,” ujarnya di laman BRIN, Kamis 5 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun begitu, pada sebagian sapi bali jantan bisa ditemukan penyimpangan pola warna yang meliputi albino dengan warna pucat atau putih, kemudian injin yaitu warna sapi jantan sama seperti betina, dan poleng alias berbintik. Penyimpangan pola warna atau aberasi ini, menurut Ikhsan, merupakan indikasi penyimpangan genetik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tubuh sapi.
Pola warna tubuh sapi bali, disebutkannya, memang memiliki korelasi langsung dengan bobot badan dan efisiensi pertumbuhan. Sapi jantan hitam penuh memiliki bobot badan lebih besar. Di usia 2 tahun, beratnya bisa mencapai 260 kilogram. Adapun sapi jantan coklat rata-rata berbobot 185 kilogram.
“Sapi bali hitam juga menunjukkan tingkat pertumbuhan bobot harian 0,35 kilogram, lebih tinggi dibandingkan sapi dengan pola warna lainnya,” tutur Ikhsan.
Peneliti di Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ikhsan Suhendro meneliti sapi bali yang unggul terkait dengan warna bulunya. Sapi jantan dengan warna hitam penuh memiliki bobot badan lebih besar. (Dok.BRIN)
Keunggulan sapi bali jantan berbulu hitam itu diduga karena faktor genetik, terutama kadar testosteron. Hormon itu, menurut Ikhsan, berperan penting dalam peningkatan massa otot dan pengurangan jaringan lemak, yang membuat sapi ini lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging.
Peneliti dari Kelompok Riset Plasma Nutfah ini mengatakan, sapi dengan pola warna menyimpang, seperti albino atau bercorak, cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan genetik. “Oleh karena itu, sapi dengan aberasi pola warna sebaiknya tidak dijadikan prioritas dalam program pemuliaan,” katanya.
Dengan mempertimbangkan pola warna tubuh sebagai indikator genetik, pemulia dapat lebih selektif dalam memilih indukan jantan yang unggul. Pemulia hewan yang memahami hal ini menurutnya dapat meningkatkan potensi sapi bali sebagai sumber daya unggul, sekaligus mempertahankan relevansinya di masa depan.