Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menyebut penyebaran virus Covid-19 varian Omicron yang saat ini kasusnya mulai merebak di Indonesia bisa dianggap sebagai layaknya sebuah proses vaksinasi alami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Virus Covid-19 varian Omicron disebut tidak seberbahaya varian Delta. Sehingga orang yang terinfeksi varian ini diprediksi bakal lebih cepat sembuh dan sekaligus mendapatkan kekebalan alami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Daya tular virus yang jauh lebih cepat dari varian Delta, membuat Omicron mendorong proses vaksinasi alami berjalan lebih cepat terjadi di masyarakat. Sehingga, hal ini diprediksi bisa menjadi pertanda berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Kalau penularan sangat cepat, banyak orang akan mendapatkan kekebalan. Apalagi virus ini tidak banyak menimbulkan gejala berat, khususnya ke yang sudah divaksinasi. Jadi orang menganggapnya ini vaksinasi alamiah, karena sulit ditekan penularannya dan gejala beratnya sangat minimal, jadi kan mirip seperti vaksinasi," ujar Pandu Riono kepada Tempo, Selasa, 11 Januari 2022.
Namun, meski tak menimbulkan gejala berat, Pandu Riono mewanti-wanti masyarakat untuk tidak bereksperimen dengan sengaja menularkan virus Covid-19 ke dirinya sendiri. Sebab, saat ini bukan hanya varian Omicron saja yang tersebar, masih ada varian Delta yang menghantui masyarakat.
Karena menurut Pandu Riono, varian Omicron tetap berbahaya bagi orang yang memiliki imunitas lemah dan komorbid. Sehingga penerapan protokol kesehatan dan perluasan cakupan vaksinasi masih perlu dilakukan untuk mencegah melonjaknya angka penularan Covid-19 akibat Omicron.
"Jadi jangan bereksperimen. 'Ah, kalau begitu, biar saja saya kena Omicron,' jangan. Karena masih ada sekitar 20 persen penduduk yang belum punya kekebalan," kata Pandu.
Lebih lanjut, Pandu Riono menjelaskan saat ini varian Omicron sangat sulit terdeteksi di tengah populasi masyarakat, karena tidak menimbulkan gejala parah seperti varian Delta.
Sehingga, Ia menyarankan agar penggunaan masker lebih diperketat, sambil pemerintah memperluas cakupan vaksinasi ke anak-anak dan memberikan booster ke lansia.
Kedua kelompok tersebut, menurut Pandu, merupakan yang paling rentan terkena gejala parah dari varian Omicron. "Problemnya vaksinasi untuk anak balita belum ada. Nah, mungkin anak balita tidak terekspos dulu dengan kegiatan masyarakat," kata Pandu.
M JULNIS FIRMANSYAH