Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Puting Beliung Rancaekek Tertangkap Citra Satelit Jepang Dianggap Tak Biasanya Terjadi

Peneliti yang sebut puting beliung Rancaekek sebagai tornado tunjukkan bukti kalau yang terjadi bukan puting beliung skala mikro yang biasanya ada.

26 Februari 2024 | 13.05 WIB

Citra satelit yang menunjukkan pusaran awan penyebab puting beliung Rancaekek, Rabu sore, 21 Februari 2024. Foto : BRIN
Perbesar
Citra satelit yang menunjukkan pusaran awan penyebab puting beliung Rancaekek, Rabu sore, 21 Februari 2024. Foto : BRIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Satelit Himawari milik Jepang menangkap citra pusaran awan penyebab puting beliung dahsyat yang terjadi di Rancaekek, Bandung, pada Rabu sore, 21 Februari 2024, secara real time. “Sekitar pukul 15.40 sampai 16.00 WIB saat kejadian,” kata peneliti klimatologi dan perubahan iklim di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, Senin 26 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Untuk pertama kalinya, menurut Erma, fenomena puting beliung alias microscale tornado di atas Indonesia dapat ditangkap oleh satelit. Wahana antariksa milik Japan Meteorological Agency (JMA) itu disebutnya memiliki resolusi lima kilometer. Dari citra satelit itu ditaksir radius puting beliung Rancaekek sekitar 5-6 kilometer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini menjadi dasar bahwa puting beliung di Rancaekek merupakan fenomena skala meso, bukan mikro seperti kasus-kasus umum puting beliung di Indonesia,” ujar Erma yang pertama menyatakan telah terjadi tornado pertama di Indonesia saat menyaksikan kekuatan angin dan skala dampak dari puting beliung Rancaekek, Rabu lalu.

Data satelit Himawari, Erma menjelaskan, bisa diakses secara gratis di website JMA dengan perkembangan per 10 menit. Data satelit yang sama disebutnya juga dimanfaatkan BMKG. Sedangkan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan) yang kini telah bergabung ke BRIN punya alat penerima (receiver) sehingga bisa mendapatkan data resolusi tinggi per lima menit.

“Citra satelit pusaran angin di Rancaekek itu konfirmasi awal yang akan kami buatkan simulasinya dengan riset lebih lanjut,” kata dia.

Kondisi langit yang gelap saat terjadi angin tornado pertama di Indonesia, Rabu, 21 Februari 2024. X.com/@EYulihastin

Salah satu rujukannya adalah kejadian serupa di Cimenyan, Kabupaten Bandung, yang kajian ilmiahnya telah memasuki tahap penerbitan. Pada kasus di Cimenyan, kejadian puting beliung berskala sangat lokal dan tidak tertangkap citra satelit. “Kasus Cimenyan menggunakan teori end-line vortex di mana pusaran angin terjadi sepasang,” ujar Erma. 

Sementara puting beliung Rancaekek disebutnya dibangkitkan oleh meso konvergensi. Lalu ada formasi badai konvektif bow echo dengan meso vorteks atau pusaran angin yang terjadi di bagian tengah. 

Bow echo merupakan sistem hujan yang berbentuk bumerang. “Bow Echo identik dengan hujan deras disertai es, pusaran angin, bahkan juga downburst atau hujan ekstrem yang turun tiba-tiba ke permukaan disertai angin kuat,” kata dia menerangkan.

Formasi di atas, kata Erma, dapat terjadi dari gabungan banyak sel awan badai Cumulonimbus yang terorganisasi sedemikian rupa, "Sehingga pada bagian hook atau tengah yang meruncing terbentuk angin kencang." Angin itu di permukaan dapat berputar karena gaya vortisitas lokal yang dapat terbentuk dari meso vorteks. 

Tim dari BRIN, Erma mengatakan, sedang melakukan kajian lanjutan. Yang jelas, menurut Erma, kini sudah ada hipotesis tentang mekanisme dugaan tornado Rancaekek yang akan dibuktikan lewat investigasi tim periset BRIN. “Dengan melihat skala dampak, kejadian tersebut dapat dipertimbangkan sebagai setara F0 tornado yang secara orisinil terbentuk karena badai konvektif skala luas di Indonesia,” ujarnya.

Soal kenapa angin kencang itu hanya menghantam daerah Rancaekek dan tidak daerah lain, menurutnya masih butuh penelitian.

Sebelumnya, Pelaksana tugas Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, merevisi info awal BMKG perihal kecepatan angin puting beliung Rancaekek. Dari sebelumnya disebutkan 36,8 diperbarui menjadi 62,3 kilometer per jam. Data terbaru berdasarkan analisis dari radar cuaca BMKG.

Meski begitu, Andri mengatakan, kecepatan itu masih jauh dari kekuatan tornado terlemah yang disebutnya 105 kilometer per jam berdasarkan Enhanced Fujita Scale. "Memang yang terjadi di Rancaekek puting beliung yang dahsyat, BMKG akan mengkaji sehingga nanti kita punya skala sendiri," kata dia. 

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus