Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

7 Hari Penyair Umbu Landu Paranggi Meninggal, Murid Baca Puisi di Yogyakarta

Umbu Landu Paranggi menjadi mentor bagi banyak seniman di Jawa dan Bali. Memperingati 7 hari meninggalnya Umbu sekaligus peresmian museum sastra.

12 April 2021 | 22.05 WIB

Pembacaan puisi karya Umbu Landu Paranggi di Gedung Perspustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Malioboro Nomor 175 A. TEMPO | Shinta Maharani
Perbesar
Pembacaan puisi karya Umbu Landu Paranggi di Gedung Perspustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Malioboro Nomor 175 A. TEMPO | Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Puluhan seniman dan murid penyair Umbu Landu Paranggi membaca puisi untuk memperingati tujuh hari wafatnya Umbu pada Senin, 12 April 2021. Di gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, puluhan orang memadati ruangan di bagian belakang lantai satu gedung tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sebagai bentuk penghormatan, mereka satu per satu membaca puisi-puisi Umbu di antaranya berjudul Sumba, Kuda Merah, Solitude, Seremoni, dan Melodia. Seorang murid Umbu, Menik Swarno Pragolopati, 71 tahun, membaca puisi karya Umbu dan memberikan testimoni singkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menik mengenal Umbu Landu Paranggi sejak 1969 dan terakhir bertemu dengannya pada 2018. Satu hari, Menik dan anaknya pernah menemui Umbu yang misterius dan sulit dijumpai di rumahnya. "Kita semua kehilangan. Umbu dimakamkam di Bali dan suatu saat akan kembali ke Sumba," kata Menik.

Umbu Landu Paranggi, mentor bagi banyak seniman di Jawa dan Bali itu membawa kesan tersendiri. Pergaulan yang luas membuatnya bisa berkawan dengan siapapun. Umbu punya julukan sebagai Presiden Malioboro.

Selain murid Umbu dan seniman, ada juga politikus, pegawai negeri sipil, aktivis, mahasiswa, budayawan, pelawak, dan pemilik industri batik yang turut serta membaca karya-karya Umbu. Pelawak, Dewo Polo misalnya membaca puisi diiringi petikan gitar.

Pembacaan puisi karya Umbu Landu Paranggi di Gedung Perspustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Malioboro Nomor 175 A. TEMPO | Shinta Maharani

Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Syahbenol Hasibuan punya kesan tersendiri dengan Umbu. Dia mengaku bertemu dua kali dengan Umbu di Malioboro. Ketika itu, Syahbenol sedang makan bersama Umbu.

Syahbenol kesulitan mengeluarkan dompet dari sakunya. Umbu kemudian menawari Syahbenol untuk membayar makanan. Rupanya, bukan uang yamg dikeluarkan Umbu, tapi kertas. "Umbu pakai oret-oretan (bon)," kata Syahbenol.

Kesan lain bagi Syahbenol adalah Umbu suka mengolok-ngolok dia yang di mana-mana hadir untuk memimpin acara-acara seremonial PNS. Umbu Landu Paranggi menyebut Syahbenol sebagai tukang gunting pita dan pidato.

Selain membaca puisi, acara itu juga disertai dengan pembacaan deklarasi berdirinya museum sastra di perpustakaan daerah tersebut. Sigit Sugito, anggota masyarakat sastra Indonesia mengatakan museum sastra penting untuk pendidikan dan pariwisata. "Agar estafet puisi terjaga hingga generasi selanjutnya," kata Humas Forum Kusumanegara, Sigit Sugito.

Forum Kusumanegara ini menjadi salah satu penyelenggara acara pembacaan puisi itu. Perpustakaan daerah dipilih sebagai tempat museum sastra karena di lantai dua gedung inilah kantor redaksi Harian Pelopor menumpang.

Pada 5 Maret 1969, di ruangan berukuran 5 x 7 meter di lantai dua di Jalan Malioboro nomor 175 A itulah, Umbu Landu Paranggi mendeklarasikan berdirinya komunitas Persada Studi Klub atau PSK. PSK dulu menampung penulis-penulis muda yang sebagian namanya moncer, satu di antaranya budayawan Emha Ainun Nadjib.

Pembacaan puisi karya Umbu Landu Paranggi di Gedung Perspustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Malioboro Nomor 175 A. TEMPO | Shinta Maharani

Soeparno S. Adhy, 72 tahun, adalah satu-satunya deklarator PSK yang masih hidup yang datang saat pembacaan puisi dan deklarasi museum sastra berlangsung. Enam lainnya yakni Umbu Paranggi, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, Ipan Sugiyanto Sugito, Mugiyono Gito Warsono, dan Ragil Suwarna Pragolapati, telah berpulang.

Soeparno mengisahkan saat Umbu gemar mengundang anak-anak muda usia sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas untuk aktif di komunitas tersebut. Lima puluh dua tahun lalu, Soeparno yang bersekolah di Madrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta mendapat undangan untuk menulis di rubrik Persada di Harian Pelopor. Umbu kemudian mengajaknya untuk bergabung dengan PSK.

Banyak penulis muda yang Umbu berikan kesempatan untuk menulis puisi dan cerpen apa adanya. "Umbu tak pernah mengarahkan harus menulis seperti apa," kata Soeparno.

Umbu Landu Paranggi meninggal pada Selasa dini hari, 6 April 2021. Pria kelahiran Sumba Timur itu tutup usia di Rumah Sakit Mandara, Sanur, Bali, dalam usia 77 tahun. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan Umbu positif Covid-19. Kondisi kesehatannya memburuk karena sakit ginjal dan paru-paru.

Shinta Maharani

Lulus dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Yogyakarta. Menjadi Koresponden Tempo untuk wilayah Yogyakarta sejak 2014. Meminati isu gender, keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus