Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pecinta kisah misteri mana yang tak kenal dengan Sherlock Holmes? Detektif tersohor dari cerita fiksi karangan Sir Arthur Conan Doyle,seorang penulis dari Skotlandia. Namun walaupun karakter fiksi, Sherlock Holmes terinspirasi dari sosok asli Dr. Joseph Bell, seorang ilmuwan forensik di Universitas Edinburgh yang merupakan dosen Doyle di bangku kuliah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dilansir dari Britannica.com, sosok Holmes diperkenalkan di novel Sir Arthur Conan Doyle pertama pada 1887 berjudul a study in scarlet, atau penelusuran benang merah dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Beeton's Christmas Annual. Berlatarbelakang kisah di 1881, novel ini sempat ditolak sejumlah penerbit sebelum akhirnya diterbitkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam kisahnya Holmes tak sendiri, ia ditemani oleh Dr John H. Watson yang menjadi teman serumahnya di 221B Baker Street. Sebagian besar kisah Sherlock Holmes diceritakan dari sudut pandang Watson sebagai asisten sekaligus sahabat Holmes.
Watson menggambarkan Holmes sebagai pria cerdas yang eksentrik dan berantakan. Holmes juga seringkali membingungkan polisi yang sulit mengikuti kejeniusannya. Karena itu, Sherlock Holmes kerap dicap arogan, dan menganggap pemecahan kasus sebagai permainan ketimbang aksi menegakkan keadilan.
Dibalik kisah dan kemampuan forensik Holmes yang menakjubkan, ada Conan Doyle sang penciptanya yang merupakan seorang dokter. Ia lahir dengan nama Arthur Ignatius Conan Doyle pada 22 Mei 1859, di Edinburgh, Skotlandia. Ayahnya bernama Charles Altamont Doyle, adalah pecandu alkohol. Doyle dan keluarganya hidup miskin dan tidak terlalu bahagia.
Doyle sekolah dengan dibiayai oleh seorang saudaranya yang kaya raya saat ia berusia 9 tahun. Doyle pun belajar dan tinggal di sekolah asrama selama 7 tahun. Jiwanya yang bebas dan cenderung pemberontak tak suka akan sistem sekolah yang kaku dan mengikat. Guna menghibur diri, Doyle mulai mengarang cerita dan banyak temannya yang suka mendengarkan ceritanya.
Setelah lulus sekolah, Doyle memutuskan untuk menjadi dokter dan masuk di Universitas Edinburgh dengan jurusan kedokteran. Di tengah kesibukan perkuliahannya, ia masih menyempatkan menulis cerpen dan mengirimkannya ke media-media.
Saat ia berusia 20 tahun, Doyle ditawari untuk menjadi dokter di sebuah kapal yang menuju Kutub Utara. Selama perjalanan yang jauh membangkitkan jiwa petualang di dirinya.
Setelah kembali ke Inggris, ia membuka praktek dokter di Portsmouth. Karirnya sebagai dokter muda menanjak dan ia menikah dengan Louisa Hawkins pada 1885.
Walaupun memiliki karir yang cukup bagus sebagai dokter, Doyle tak menguburkan mimpinya menjadi penulis. Pada Maret 1886 Doyle mulai menulis Sherlock Holmes yang terbit di tahun berikutnya. Ceritanya menarik publik walaupun sempat mengundang cibiran kritikus karena struktur dan gaya penulisannya yang belum stabil.
Hingga akhir hayatnya pada Juli 1930, Sir Arthur Conan Doyle telah menulis kisah Sherlock Holmes dalam 4 novel, yaitu A Study in Scarlet, The Sign of The Four, The Hound os the Baskervilles, dan The Valley of Fear. Selain novel, 56 cerita pendek Sherlock Holmes juga diterbitkan dalam 5 antologi, yaitu The Adventures of Sherlock Holmes, The Memoirs of Sherlock Holmes, The Return of Sherlock Holmes, His Last Bow, dan The Case-Book of Sherlock Holmes.
ANNISA FIRDAUSI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.