Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Film

Binekon, Animasi Berkarakter Nusantara

Oktodia Mardoko membuat animasi Binekon, yang terinspirasi dari keragaman budaya Nusantara. Masih terhambat untuk bisa tayang.

9 Oktober 2015 | 19.21 WIB

Seekor Tarsius, primata (jenis monyet) terkecil di dunia. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Perbesar
Seekor Tarsius, primata (jenis monyet) terkecil di dunia. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Tersebutlah Papu. Dia adalah patung khas suku Asmat dari Papua. Papu berwarna hijau, aktif, dan punya rasa ingin tahu yang besar. Dia memiliki rumah Honai yang juga bisa digunakan sebagai mobil.

Suatu hari, Papu bertanding balapan dengan empat kawannya, Sula, Kale, Jabo, dan Sumi. Sula adalah monyet Tarsius asal Sulawesi berwarna merah jambu yang jahil. Dia juga pemilik rumah Tongkonan yang bisa berfungsi sebagai kendaraan. Lalu ada Jabo, Kale, dan Sumi. Masing-masing berwarna biru, merah, dan kuning. Berasal dari Jawa, Sulawesi, dan Sumatera dengan rumah Joglo, Banjar Bubungan Tinggi, dan Rumah Gadang sebagai rumah sekaligus kendaraannya.

Dalam pertandingan itu, Papu, Sula, dan Kale, memacu rumah mereka sekencang mungkin. Mereka menjatuhkan sarang burung dari pohonnya, serta merusak rumah semut. Sumi yang menyetir dengan santai membereskan kekacauan yang dibikin ketiga kawannya. Di akhir cerita, Papu, Sula, dan Kale mengalami kecelakaan. Mereka ditolong oleh Sumi. Mobil ketiganya juga diderek oleh Sumi. Mereka nyaris bertabrakan dengan Jabo yang salah arah. Di garis akhir, mereka tertawa bersama.

Animasi lima menit itu adalah karya Oktodia Mardoko dan Haryadhi—komikus yang menciptakan Komik Situasi untuk Umum (Kostum). Keduanya membuat animasi berjudul Binekon ini untuk anak-anak Indonesia. “Binekon berasal dari dua kata, bhinneka dan ikon,” kata Odi—panggilan akrab Oktodia kepada Tempo, Selasa pekan lalu.


Bhinneka berasal dari kata pertama semboyan negara yang bermakna keragaman. Sebab, baik Odi maupun co-creator Haryadhi merasa banyaknya konflik antarsuku yang meletup di pelosok Nusantara terjadi, salah satunya, karena kurangnya menghargai perbedaan. Lewat animasi ini, keduanya ingin menanamkan nilai moral untuk menghargai keragaman tersebut, sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia bagi anak-anak usia dini.


Lima karakter dalam film ini diambil dari budaya khas di lima pulau terbesar di Indonesia. Menurut Odi, proses pembuatan karakter merupakan tahapan yang paling menyenangkan. Di tiap pulau besar, Odi dan Haryadhi mencari keunikan untuk menjadi karakter. Jabo misalnya, diambil dari blangkon dan batik lurik khas Jawa. “Begitu kami kombinasikan, ternyata pas,” ujarnya . Kale diambil dari tameng perang suku Dayak.


Karakter Sumi yang agak sulit. “Pertamanya, kami mau tokoh dari Sumatera itu rendang, masakan khas Padang. Tapi begitu dibikin, kok, jadinya galak. Akhirnya kami pilih pempek saja,” kata Odi. Pempek kapal selam menjadi kepala dengan telur sebagai mata Sumi. Sedangkan mi yang jadi pelengkap masakan khas Palembang itu menjadi rambut dan badan.


Odi boleh dibilang bukan orang baru di dunia animasi. Sebelum Binekon, alumnus Institut Kesenian Jakarta ini pernah menjadi produser film animasi Vatalla, Sang Pelindung, yang tayang 13 episode di TransTV. Namun, berbeda dengan animasi sebelumnya, Odi menggunakan bahasa visual yang mudah ditangkap anak untuk Binekon. Misalnya, ia memfokuskan pada karakter dengan warna yang menyala, ekspresi wajah, gerakan, dan latar putih. “Latar putih kami gunakan agar anak-anak berfokus terhadap karakter,” kata Odi yang juga terinspirasi dari animasi Prancis, Pocoyo.


Saat ini, dua episode pertama Binekon bisa diakses secara bebas lewat YouTube. Dua episode itu juga telah memenangi sejumlah penghargaan, di antaranya juara animasi digital dalam Indonesia ICT Award 2013 dan nomine XXI Short Film Festival 2013. Odi dan Haryadhi berharap animasi ini bakal tayang di televisi free to air. Namun, persoalan dana dan industri menjadi ganjalan. “Ongkos produksi buat animasi itu enggak kecil,” ujarnya.


Odi berharap Badan Ekonomi Kreatif bisa membantu perkembangan industri animasi lokal. “Animasi Jepang yang kapitalisasinya besar itu juga dibantu oleh pemerintah,” kata ayah dua anak ini. Menurut Odi, Indonesia memiliki banyak talenta berbakat di bidang animasi. Namun, karena tidak terserap oleh industri dalam negeri, banyak dari mereka yang akhirnya bekerja untuk industri animasi asing. Odi sendiri tak gentar dengan misinya menayangkan Binekon di layar kaca Indonesia. “Saat ini, kami masih mencari investor,” ujarnya.


AMANDRA MEGARANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amandra Mustika Megarani

Amandra Mustika Megarani

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus