Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Menyanyi sambil menabung

Menurut pengakuan penyanyi cilik adi bing slamet seharinya harus membalas sekitar 1.000 buah surat, mencetak foto 300 lembar untuk dikirim kepada para penggemarnya. (ms)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATAS nama Yesus Kristus, saya harap Adi selalu baik-baik saja. Adi harus ke Medan lagi, kapan-kapan . . .,"demikian antara lain bunyi surat dari Medan, dari penggemar penyanyi cilik Adi Bing Slamet -- sesudah musibah minggu siang pertengahan September (TEMPO 22 September). Menurut pengakuan penyanyi cilik yang kini sedang top itu, seharinya surat yang haru dibalas sekitar 1.000 buah. Yang jelas, Ny. Furry, ibu Adi, sehari harus mencetakkan foto anaknya rata-rata 300 lembar ukuran kartu pos, berwarna, untuk dikirim ke seluruh pelosok. Ini memang konsekwensi seorang yang populer: pengeluaran ekstra. Toh beban ini mungkin dianggap ringan. Pernah seorang penggemar mengirim pos wesel RP 2.500 untuk sebuah foto Adi yang besar."Wesel itu tetap kita simpan. Tapi tak kita ambil uangnya," kata ibu Adi, meski foto tetap dikirimkan. Kesibukan yang sarna -- membalas surat dan mencetak foto--memang dialami semua penyanyi cilik walau dengan kapasitas berbeda. Dina Mariana mengaku menerima surat sekitar 700 buah sehari, dan tak akan membalas surat itu kalau tak disertai perangko pengembalian. Surat-surat tentu saja tak akan selalu datang--terutama bila kepopuleran mereka nanti mereda. Tapi sementara ini sebandingkah honorarium yang diterima para penyanyi cilik itu--baik dari rekaman kaset ataupun pertunjukan dengan segala kerepotan mereka? Adi sampai hari ini telah menyelesaikan 25 rekaman. Dan sejak tiga tahun lalu rata-rata mengadakan pertunjukan 3 kali sebulan. Baik dari Adi maupun dari Eddy Sud --managernya--tak diperoleh keterangan berapa honorarium setiap rekaman. Enteng Tanamal yang kini sibuk dengan studio rekamannya, menyebut "Rp 10 juta untuk satu volume rekaman Adi." Hanya cepat ditambahkannya, itu kalau rekaman berhasil laku 100 ribu kaset. Enteng, yang kini juga mencoba memproduksi rekaman kaset, memberi contoh cara produsen berhitung ongkos produksi per kaset Rp 250. Penjudian kepada dealer Rp 600. Jadi produsen untung Rp 350, belum termasuk publikasi dan pajak. Kasarnya dengan produksi 100 ribu kaset, produsen bisa mengantongi Rp 30 juta. Tapi menurut Eddy Sud, rekaman kaset Adi belum mencapai 100 ribu kaset. Lewat telepon, kepada Abdul Muthalib dari TEMPO dia mengatakan "baru sekitar 50 ribu." Adapun Dina Mariana (14 tahun) yang telah menyelesaikan 11 rekaman, tak begitu jelas berapa honorariumnya. Kecuali Chicha, para penyanyi cilik yang lain, termasuk Ira Maya Sopha, misalnya, agaknya berhonor di bawah Adi. Yang santai-santai saja adalah Yoan Tanamal. Menyanyi sejak 1974, ketika masih berusia 4 tahun, sampai sekarang baru punya 5 volume rekaman.. "Yoan menyanyi kalau ia sendiri kepingin. Klta tidak memaksanya," kata Santy, ibunya. Berbeda dengan rekaman yang bisa diatur waktunya, pertunjukan langsung di panggung memang bisa mengganggu waktu sekolah mereka. Tapi menurut Adi maupun Dina, pertunjukan biasanya diadakan di hari libur. Dina bahkan menolak pertunjukan di Manado akhir September yang lalu, karena "sibuk sekolah " Dina adalah anak kelas II SMP Strada Mardi Utama I. Menurut Eddy Sud, kalau dia bersama Adi dan Iyut diminta mengisi pertunjukan musik, mereka terima sekitar Rp 2,5 juta. "Tapi itu tergantung pertunjukan itu untuk apa. Kalau memang untuk cari uang, yah sekian itu," tambahnya. Kalau untuk mencari dana seperti di Medan bulan lalu (yang gagal) bisa dirundingkan. Dan untuk menghindari petualang bisnis, Eddy selalu minta honorarium dilunasi dulu sebelum mereka berangkat menuju tempat pertunjukan. Kalau untuk dana, diminta menunjukkan surat-surat lengkap. Dan orang dari Medan itu dulu menunjukkan surat-surat lengkap. Kalau Sudah Gelap Melirik suasana yang melingkungi dan gaya hidup para penyanyi cilik itu, harga kepopuleran mereka agaknya bisa ditebak. Di rumah Adi Bing Slamet kini ada Honda Civic terbaru dan sebuah mini-bus Daihatsu. Meski mengaku uang jajan sekolah hanya Rp 200 sehari (dan itu tidak sargat istimewa untuk Jakara), Adi kalau libur suka ke Puncak atau Bali. Rumahnya memang masih yang dulu, di sebuah gang di kawasan Tanah Tinggi--yang menjadi kebanggaan Bing Slamet almarhum, karena dekat dengan rakyat. Sementara rumah Dina Mariana di Gunung Sahari biasa-biasa saja. Bahkan Dina tahu, "di sini sesak sekali penduduknya." Dan menurut pengakuan ibu Yoan, "honorariumnya ditabanaskan. Biar dia belajar dulu sampai dewasa." Gambaran di luar bahwa para penyanyi cilik itu kaya dan senang, mungkin tidak seluruhnya klop. Popularitas menyebabkan sejumlah penggemar selalu ingin "mengganggu". Ke toko misalnya, Adi tak bebas--juga kalau mau nonton atau berenang. "Nonton bioskop masuknya kalau sudah gelap. Biar nggak dikenalin," kata Adi yang suka nonton di Twin Cinema. Yoan, kini 9 tahun, masih suka terganggu oleh penggemarnya. "Mama, kenapa orang-orang itu melihatin Yoan aja, sih," begitu menurut mamanya. Toh, menolak tawaran rekaman atau tawaran pertunjukan langsung, praktis jarang sekali dilakukan oleh manager mereka (biasanya orangtua sendiri). Memang sayang bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus