Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Menjadi Lebih Berarti lewat Musikalisasi Puisi

Membawakan puisi dalam bentuk lagu lewat musikalisasi puisi dianggap sebagai cara efektif mengenalkan sastra kepada anak muda.

7 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seniman meluncurkan album kompilasi musikalisasi puisi di Taman Ismail Marzuki pada akhir pekan lalu.

  • Membawakan puisi dalam bentuk lagu dianggap sebagai cara efektif mengenalkan sastra kepada anak muda dan pelajar.

  • Pemahaman makna menjadi modal utama musikalisasi puisi.

Aula di lantai empat gedung Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, seolah-olah bergetar pada Jumat petang, 3 November lalu. Saat itu sekelompok siswa SMA Negeri 103 Jakarta membawakan karya penyair Jose Rizal Manua dalam bentuk musikalisasi puisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sebentar lagi, margasatwa akan kembali biru bernyanyi
Sebentar lagi, hutan-hutan purba akan dipayungi
Rasi, rasi
Hanya bayang bayang sukma memancar di tanah gersang
Ketika bagasmara memancarkan sinar agungnya, di cakrawala
Di mana semburat cahaya menyatu, di atas tanah merah Papua"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penggalan puisi itu mereka nyanyikan berapi-api. Di Taman Ismail Marzuki sore itu berlangsung peluncuran kompilasi sejumlah karya kelompok musikalisasi puisi. Mereka adalah Deavies Sanggar Matahari, Petra Musikal, Mupistar, Arsanada, dan Suara Satu Kosong Tiga. Dari lima kelompok tersebut, Deavies Sanggar Matahari paling senior karena eksis sejak 1990. Uniknya, semua anggota kelompok itu adalah keluarga.

Grup musikalisasi puisi Deavies Sanggar Matahari dalam peluncuran Album Kompilasi Musikalisasi Puisi Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Cikini Raya, Jakarta, 3 November 2023. TEMPO/Jihan Ristiyanti

Musikalisasi puisi merupakan cara membawakan puisi lewat lagu. Banyak seniman yakin ini medium yang pas untuk mengenalkan sastra kepada anak-anak muda. Contoh paling konkret adalah murid-murid SMAN 103 yang tergabung dalam Suara Satu Kosong Tiga di panggung di Taman Ismail Marzuki itu. Musikalisasi puisi juga mengajak pelakunya menyelami seni musik, termasuk menggunakan alat-alat musik tradisional.

Dalam penampilannya, Suara Satu Kosong Tiga memadukan recorder, gitar, biola, pianika, dan cajon. Lidwina Dyah Shinta Anggraeni, yang petang itu menjadi gitaris, mengatakan kelompoknya membutuhkan 1-2 bulan untuk merampungkan satu aransemen musikalisasi puisi. Sejak dibentuk pada akhir 2021, kelompok yang beranggotakan siswa SMAN 103 itu sudah membuat lima lagu.

Dyah mengatakan langkah awal menciptakan musikalisasi puisi adalah memilih puisi yang dinilai mengandung makna yang dalam. "Kami menekankan makna puisi. Enggak sekadar enak didengar," ujarnya di lokasi.

Pembuatan musikalisasi, Dyah melanjutkan, berawal dari pembacaan puisi. Setiap anggota diminta membaca suatu syair secara berulang-ulang dan memaknainya. Pemaknaan memunculkan intonasi yang melekat pada puisi tersebut dan dijadikan dasar dalam penyusunan nada. Biasanya mereka menggunakan gitar, baru kemudian instrumen lain.

Deddy Shahnila Putra Siregar, mentor Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia, mengatakan banyak terjadi pergeseran pemaknaan dalam musikalisasi puisi. Pada 1990-an, saat awal perkembangannya, para seniman memulai proses pencarian nada dengan membedah puisi. Mereka sampai menyelisik riwayat pengarangnya, tahun pembuatan, serta kondisi sosial-politik saat lahirnya sajak tersebut. "Dari situ, ide musikalisasi muncul," katanya.

Sekarang, Deddy melanjutkan, banyak seniman yang tak lagi menempatkan pengarang sebagai unsur penting. Setiap seniman dianggap bebas menafsirkan karya mereka. "Jadinya bisa aneh. Puisi sedih jadinya musik joget," ujarnya.

Selama ini mayoritas musikalisasi puisi mengusung karya pujangga ternama. "Sekaligus sebagai sarana belajar sastra di sekolah," kata anggota Deavies Sanggar Matahari tersebut. Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, misalnya, menjadi musikalisasi puisi yang paling sering dibawakan siswa-siswa SMA di YouTube.

Namun bukan berarti haram membuat musikalisasi dari puisi karangan sendiri. Deddy mengatakan kelompoknya juga beberapa kali mengangkat lirik buatan sendiri dalam karya mereka.

Grup musikalisasi puisi Petra Musikal dalam peluncuran Album Kompilasi Musikalisasi Puisi Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Cikini Raya, Jakarta Pusat, 3 November 2023. TEMPO/Jihan Ristiyanti

Karena banyak mengangkat puisi ternama, dibutuhkan pemahaman makna yang mendalam. Rio dari kelompok Arsanada—dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta—mencontohkan Dari Catatan Seorang Demonstran karya Taufiq Ismail. "Itu kan berkaitan dengan unjuk rasa dan suasana menegangkan. Jadi musiknya ada unsur menegangkan," ujarnya.

Setelah menangkap makna puisi, Rio melanjutkan, barulah masuk urusan seni musik. Dia menekankan pentingnya seniman musikalisasi puisi memiliki wawasan musik yang memadai.

Meski menyebutkan semua alat musik bisa membantu proses aransemen, Deddy Shahnila menyarankan penggunaan keyboard untuk mencari nada. "Kalau personelnya banyak, keyboard lebih efektif lagi," ucapnya. Sebab, dia menambahkan, alat musik elektronik itu dapat mempermudah penata musik membagi tinggi-rendah suara setiap personel.

JIHAN RISTIYANTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus