Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Rekomendasi di Bulan Suci

Sejumlah sastrawan memberikan rekomendasi tentang buku yang sebaiknya dibaca pada bulan Ramadan. Buku laris La Tahzan sampai karya Fritjof Capra muncul sebagai jawaban.

10 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMADAN adalah saat terbaik untuk mengenal Allah,” ujar sastrawan Danarto. Menurut penulis kumpulan cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril (2000) itu, salah satu cara termudah adalah dengan mengetahui lebih jauh makna 99 nama-Nya yang terbuhul dalam istilah Asmaul Husna (Nama-nama yang Indah). Secara acak tanpa metodologi khusus, Tempo mengontak sejumlah sastrawan muslim untuk memberikan judul buku yang menurut mereka layak dikaji pada bulan suci. Beberapa sastrawan tak memberikan jawaban sampai tenggat tiba. Inilah hasil dari mereka yang bersedia.

Ahmad Tohari Renungan Santri: Dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama (Rumadi)

BUKU ini kumpulan tulisan Dr Rumadi, seorang intelektual muda Nahdla tul Ulama yang kini aktif di The Wahid Institute. Dia cerdas betul, tajam, namun tetap santun dalam melontarkan kritik internal terhadap berbagai fenomena dalam Islam, misalnya Islam yang terlalu politis atau menghunus pedang. Rumadi juga mampu mengajak pembaca bukunya untuk merenung secara Sufistik, sekaligus tetap menggunakan nalar intelektual yang jernih. Ia mengajak kita mengembangkan kesa daran terhadap Islam se bagai rahmatan lil ’alamin.

Yang saya sukai dari buku ini, meskipun materi dan kajiannya dalam, pilihan diksinya tak terlalu menyulitkan pembaca umum yang kurang terbiasa dengan istilah khusus dalam kajian agama. Cara nya mengkritik sangat tidak menohok tapi tetap dengan ”keusilan” khas NU.

Budi Darma La Tahzan (’Aidh bin ’Abdullah Al-Qarni)

Ramadan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada umat Islam untuk melakukan introspeksi dan refleksi. Makin banyak sese orang melakukan interaksi dengan berbagai pihak, kemungkinan untuk berbuat khilaf tentunya makin banyak, dan karena itu, kemungkinan untuk lepas kontrol juga makin ba nyak. Karena setiap hari sese orang harus berhadapan dengan berbagai masalah, bulan suci Ramadan memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk ”turun mesin” sejenak. Dalam keadaan turun mesin, bacaan yang menyejukkan akan terasa memberikan manfaat yang lebih besar.

La Tahzan memberikan kesempatan kepada kita untuk menenteramkan pikiran bukan hanya pada saat-saat kita menghadapi kesulitan, tapi lebih-lebih pada waktu kita melakukan introspeksi dan refleksi. Buku ini merupakan hasil kajian serius yang sangat menarik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembahasannya sangat ringan tapi mampu membantu menangani berbagai problematika masa kini, dengan contoh-contoh konkret yang menyejukkan.

Zawawi Imron La Tahzan (’Aidh al-Qarni)

MASYARAKAT sekarang ini gampang sekali jadi pemberang, pemarah. Ada problem sedikit, langsung meledak. Ini hasil dari kalbu yang kurang te rawat baik, dari nurani yang kurang terjaga. La Tahzan (Jangan Bersedih) membahas hal-hal yang menyangkut masalah kalbu seperti ini. Memang, buku yang mengupas cara merawat kesucian kalbu itu tak sedikit. Apalagi buku-buku tasawuf. Boleh dibilang semua buku tasawuf memberi tahu cara dalam menjaga kalbu ini. Hanya masalahnya, ungkapan dalam buku tasawuf sering sulit dipahami.

Buku La Tahzan ini sebaliknya ditulis dengan sa ngat populer, pembahasannya tidak berbelit-belit dan memudahkan pembaca dari segala macam latar belakang pendidikan dan pengalaman. Buktinya, tukang bajaj di film Nagabonar (Jadi 2) saja diberi buku ini oleh Nagabonar. Iya, kan? Itu artinya ini buku yang memang benar-benar mudah dimengerti oleh berba gai kalangan.

Danarto Ninety-Nine Names of Allah (Shems Friedlander & Al-Hajj Shaikh Muzafereddin)

PUASA adalah ibadah yang pahalanya langsung dinilai Allah. Untuk itu, mengetahui Allah lebih dalam lewat nama-nama yang dimiliki-Nya menja di satu kebutuhan pen ting. Memang, buku dengan tema sejenis, bahkan judul yang mirip dengan buku Friedlander dan Muzafereddin ini cukup banyak, baik yang disusun penulis asing maupun penulis Indonesia.

Namun saya melihat cara buku ini menguraikan pokok bahasan tentang makna dan rahasia di balik nama-nama Allah ini agak unik dan spesifik. Mereka mampu mengupas banyak hal yang luput dilihat atau dibahas terlalu formal oleh penulis lain. Ini salah satu buku favorit yang selalu saya baca berulang-ulang, baik pada Ramadan maupun bukan.

Ratna Indraswari Ibrahim The Tao of Physic (Fritjof Capra)

SEBETULNYA saya belum pernah secara tuntas membaca buku ini, meski sudah lama sekali saya ingin membacanya. Kebe tulan telah lama saya ingin lebih memahami bagaimana Islam khususnya, dan religiositas secara umum, ditinjau dari ilmu fisika. Saya kurang suka membaca buku agama yang hanya berisi larangan atau perintah, tanpa penjelasan lebih jauh tentang hal itu.

Bagi saya perintah pertama dalam Islam, ”Iqra!” atau bacalah, sangat terkait dengan kemampuan kita membaca alam. Dan untuk membaca alam secara lebih matang, buku seperti karya Capra ini yang saya sukai. Mudah-mudahan bulan puasa kali ini saya bisa menuntaskan membaca buku ini. Setelah selesai, saya bisa melanjutkan membaca Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam karya Adonis (Ali Ahmad Sa’id Asbar). Saya sudah punya jilid 1 dan 2.

Helvy Tiana Rosa Javid Namah (Muhammad Iqbal)

SALAH satu buku yang bisa membuat saya ”berge rak” adalah karya Muhammad Iqbal ini. Pokok-pokok pikiran Iqbal mampu mendorong saya untuk menjadi Zinda Rud, sang ”Sungai Kehidupan” yang menjadi tokoh utama Javid Namah (Kitab Keabadian). Ia terus belajar tanpa kenal ruang dan waktu, mulai dari mencari hakikat diri sebagai hamba Ilahi. Seperti halnya Zinda Rud, saya bisa bertemu dan melakukan pembicaraan apa pun, baik dengan tokoh yang saya kagumi maupun yang tak saya sukai. Misalnya, saya bisa berdialog dengan Jalalud din Rumi, atau berdebat dengan Dante Alighieri.

Javid Namah mendorong saya untuk terus berjuang menjadi salah satu yang paling hamba di atas muka bumi. Saya suka kutipan ini: Apakah kau mati, hidup atau sedang sekarat? .... Wujud berarti mencapai tujuan dan martabat tertinggi, dan hidup ialah menyaksikan hakikat Illahi tanpa hijab. Kutipan lain yang juga saya sukai dari buku ini adalah: Kita lebih tahu daripada Tuhan tentang pengalaman mati.

Akmal Nasery Basral

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus