Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH lebih dari lima tahun musikus dan peneliti Rara Sekar menggeluti hobi berkebun. Ia dan suaminya, Ben Laksana, menggarap dua kebun yang masing-masing berukuran 4 x 4 meter di kediaman mereka di Bogor, Jawa Barat. Satu kebun berada di dalam pekarangan, satu lainnya di luar pagar yang digarap menjadi kebun semikolektif. “Seperti food forest, isinya tanaman pangan lokal yang gampang dipanen. Siapa pun silakan mengambil,” kata Rara, 30 tahun, Selasa, 30 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ben, dosen hubungan internasional di International University Liaison Indonesia, Tangerang Selatan, Banten, mengatakan mereka mulai serius berkebun saat tinggal di Wellington, Selandia Baru, pada 2016-2018. Saat itu Rara kuliah S-2 di Victoria University of Wellington. Berawal dari melihat kegiatan warga setempat yang kebanyakan doyan berkebun, mereka ketularan bercocok tanam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi keduanya, berkebun bukan hanya kegiatan menggarap lahan dan menanam sayur atau buah. Lewat berkebun, mereka juga membangun relasi sosial dengan tetangga melalui pertukaran hasil panen. Tetangga mereka juga punya hobi berkebun. “Misalnya tadi pagi Ben mengirim terung ke tetangga seberang rumah,” kata mantan personel grup musik Banda Neira itu.
Dengan konsep lazy gardening, mereka menggarap tanah hanya saat musim tanam, seperti awal musim hujan atau kemarau. Tanah dicampur kompos, dibiarkan dua pekan, lalu ditanami benih dan disirami air. “Ketika sudah tumbuh jadi tanaman, kami biarkan saja,” ucap Ben, yang biasa memupuk dan menyemprotkan pestisida nabati. Adapun Rara memangkas daun dan memasang mulsa.
Ben dan Rara menanam bayam Brasil, tomat ceri, terung ungu, lemon, serta pepaya Jepang. Kunyit, jahe, adas, mint, pisang, singkong, serta talas dan cabai juga bercokol di kebun mereka. Bagi pasangan yang tak menyantap daging ini, hasil kebun mereka bisa mencukupi 60-70 persen kebutuhan hidup sehari-hari. “Apalagi kami berdua makannya tidak terlalu banyak,” ujar Ben.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo