Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Berkunjung ke indonesia

Dalam kunjungannya ke indonesia yang disertai istrinya putri monique. terjadi pertemuan yang mengharukan dengan ny. hartini sukarno di hotel borobudur. (pt)

10 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA beberapa keinginan Pangeran Norodom Sihanouk dalam kunjungannya yang ke-7 kali ke Jakarta minggu lalu. Jalan-jalan sebebasnya dan bertemu dengan sahabat lama, antara lain Nyonya Hartini Sukarno. Karena acara cukup padat dalam kunjungannya yang singkat itu cuma yang terakhir yang bisa terlaksana. "Semula, monsigneur dan madame Monique ingin datang ke rumah saya," demikian Nyonya Hartini Sukarno yang pergi bersama Nyonya Rahmi Hatta. Tambahnya: "Tetapi adalah lebih baik kalau saya yang datang ke mereka." Dan terjadilah pertemuan yang mengharukan, penuh nostalgia masa silam yang manis. Duduk di ruang tamu di presidential suite Hotel Borobudur Intercontinental, selama 10 menit pertama mereka tidak dapat berbicara. "Tujuh belas tahun kami tidak berjumpa," sambung Nyonya Hartini. "Saya pernah mengajarnya beberapa lagu Indonesia. Antara lain Bengawan Sala," lanjut Hartini. Sihanouk sendiri pernah mengarang lagu untuk Hartini yang berjudul Good bye Bogor, yang diterjemahkannya juga ke dalam kata-kata Prancis. Untuk almarhum Bung Karno, lagu berjudul Till we meet again in Java. "Ternyata anda lebih berbahagia," ujar Putri Monique, "lihatlah kami, tanah air saja kami tidak punya." Putri yang berdarah Prancis, Itali dan Kampuchea ini "tetap cantik, sederhana dan rendah hati, " kata Nyonya Hartini. Putri Monique memang tak suka mengenakan alat pemulas kecantikan, gelang atau cincin. Dia masih punya dua anak di Paris. Di Kampuchea, tiga orang putranya, 15 cucu dibunuh Khmer Merah. "Dan bagaimana Bogor?" tukas Sihanouk, yang selalu berpembawaan gembira. Sambungnya lagi: "Presiden Soeharto baik sekali terhadap kami. Kalau mendapat izin, saya ingin tinggal di Indonesia." Rupanya raja yang tak beralamat tetap ini -- ia menyebut "Beijing, Pyongyang dan Bangkok" untuk alamat suratnya -- ingin menemukan rumah yang tenang, seandainya bukan Phnomp-penh lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus