Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Bondan Winarno, membalas SMS adalah risiko profesi pemandu acara kuliner. Maka, ia pun mesti tabah menjawab pesan singkat yang tiap hari berdering di telepon genggamnya. Dari urusan resep hingga info tempat makan.
Namun, belakangan, urusan balas-membalas pesan ini justru membebat waktunya. Dalam satu jam saja, bisa sepuluh pesan mendarat. Isinya pun makin remeh-temeh. Dari soal waktu buka restoran hingga belok kanan atau kiri menuju tempat itu.
Bekas pemimpin redaksi sebuah surat kabar nasional ini pun mangkel. Lewat surat elektronik di mailing list Jalansutra-komunitas penggemar boga dan budaya-ia menyemburkan kekesalan. "Boleh dong saya capek. Memangnya saya pengangguran," ia mengeluh.
Meski begitu, bukan berarti ia juga "ngambek" dari dunia boga. Pria 56 tahun yang lebih suka disebut promotor ketimbang pengkritik makanan ini berhasrat Indonesia bisa meniru diplomasi makanan ala Thailand. Urusan perut yang terkesan sepele nyatanya jadi daya tarik wisata negeri itu. Tapi ia menolak jadi pejabat urusan boga, apalagi jadi duta besar berkuasa penuh bidang makanan "Saya pilih berkuasa penuhnya saja," ia tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo