Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AGA Khan IV (43 tahun), datang di Jakarta bersama isterinya
Puteri Salima (25) dengan pesawat pribadi -- sebagai sponsor
seminar arsitektur & perumahan yang memang dibiayainya sendiri.
Menginap di Hotel Hilton, setiap acara makan ia selalu minta
hidangan Indonesia.
Nyonya (disebut Begum) Aga Khan, berkulit putih bersih dan
ramping, berasal dari Inggeris meski lahir di India. Ibu 3 anak
ini kini mengurus beberapa rumah sakit dan klinik di Karachi,
Pakistan -dan suaminya memang banyak mendirikan sekolah dan
rumah sakit. Tapi mereka sendiri tinggal di Paris, atau Jenewa,
atau London.
Aga Khan adalah imam kaum Isma'iliah Nizariah. Sedang
Isma'iliah, baik Nizariah maupun Musta'liah (yang terakhir ini
berpusat di Bombay) adalah salah satu sekte yang dinilai ekstrim
di kalangan Syi'ah (10% jumlah muslimin di dunia) yang mayoritas
di Iran. Nama sekte itu diambil dari Isma'il bin Ja'far Shadiq,
imam ke-7 dan terakhir. yang tidak diakui oleh umumnya Syi'ah di
Iran. (Syi'ah Iran mempercayai 12 imam, tidak termasuk Isma'il).
Aga Khan yang datang ini adalah Pangeran Karim. Ia cucu Aga Khan
III, yang bernama Sultan Sir Mohammad
Svah dari Karachi.
Pangeran Karim adalah anak Ali Khan dari isterinya ang
pertama, seorang puter Baron Churston. Ali Khan adalah penikmat
hidup yang paling tulen dan suka kawin cerai - misalnya
mengawini aktris Rita Hayward. Itu pula agaknya mengapa yang
dilantik ayahnya sebagai imam penerus bukan dia melainkan Karim,
puteranya -- seorang pemuda lulusan Harvard. "Aga Khan yang
sekarang ini orangnya serius," kata seorang stafnya -- "beda
sekali dengan ayahnya."
Namun Aga Khan IV nampak kurang berselera bicara ihwal pribadi.
"Saya lebih senang berbincang soal arsitektur saja," tangkisnya
setiap ada yang mau memancing.
Ketika meninggalkan hotehlya, Aga Khan secara pribadi mampir di
front desk sambil berkata: "Harap dibagikan kepada mereka yang
telah melayani kami dengan baik. Terima kasih." Kabarnya, ia
memberi persen yang lumayan juga besarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo