Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Solihin Gautama Poerwanagara beruntung dilahirkan dalam keluarga menak. Sebab, semasa penjajahan Belanda, hanya anak keturunan priayi yang diperbolehkan bersekolah hingga tingkat lanjut. Dan di pendidikan formal inilah wawasannya tentang keadilan terbuka. Ia melihat perlakuan diskriminatif terhadap pribumi, dan bertekad ikut memperbaiki keadaan. Solihin meyakini, selama penjajah masih bercokol di Bumi Pertiwi, keadilan tak akan pernah terwujud. Bagi Mang Ihin, sapaan akrabnya, angkat senjata menjadi satu-satunya pilihan mengusir penjajah. Maka, sejak usia belasan tahun, dia memutuskan ikut berperang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo