Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa sebelumnya, COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, juga molor sehari dari jadwal penutupan. Alotnya negosiasi menurunkan emisi karbon membuat pertemuan 197 negara itu baru ditutup 13 Desember 2023. Anggota Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim PBB (IPCC), Carlos Nobre, mengikuti konferensi hingga 9 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nobre salah satu penulis Climate Change 2007 yang memuat informasi ilmiah, teknis, dan sosio-ekonomi mengenai perubahan iklim, dampaknya, serta pilihan adaptasi dan mitigasinya. Setelah laporan itu terbit, IPCC mendapatkan penghargaan Hadiah Nobel Perdamaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam COP28, komitmen mitigasi iklim tiap negara melenceng dari Perjanjian Paris yang menyepakati kenaikan suhu bumi hanya 1,5 derajat Celsius dibanding masa praindustri 1800. “Industri bahan bakar fosil tidak mau mengurangi emisi,” kata ahli iklim asal Brasil itu dalam wawancara secara daring dengan wartawan Tempo, Abdul Manan dan Iwan Kurniawan, pada 12 Desember 2023.
Meski begitu, COP28 menghasilkan sejumlah kesepakatan, termasuk dana kerugian dan kerusakan (loss and damage fund) dan transisi energi fosil ke energi terbarukan sebesar tiga kali lipat. Nobre memprediksi mitigasi krisis iklim negara-negara di dunia saat ini akan membuat kenaikan suhu bumi di atas 2 derajat pada 2050. “COP28 tidak menemukan solusi tersebut,” ujarnya dalam wawancara lanjutan pada 14 Desember 2023. Untuk konteks dan alur, wawancara ini telah diedit.
Apa penilaian Anda terhadap hasil COP28 Dubai?
Saya tidak terlalu optimistis. Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, semua negara yang hadir secara sukarela berkomitmen agar pemanasan global tidak mencapai 1,5 derajat Celsius. Tahun lalu Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC), dalam global stocktake, membuat penilaian bahwa apa yang dilakukan semua negara itu akan mengakibatkan pemanasan pada 2050 sebesar 2,4-2,6 derajat Celsius.
Artinya, target Perjanjian Paris tak akan tercapai?
Seluruh emisi gas rumah kaca yang kita miliki sekarang lebih dari 55 miliar ton setara karbon dioksida (CO2). Pada 2030, Anda harus melakukan pengurangan 43 persen menjadi net zero pada 2050. Pada 2023, ada peningkatan produksi emisi. Kecuali beberapa negara seperti Indonesia yang telah mengurangi emisi dalam empat-lima tahun terakhir. Sayangnya, emisi bahan bakar fosil sebagian besar negara makin meningkat. Jadi, secara global, ada peningkatan emisi bahan bakar fosil. Saya tidak melihat sebagian besar negara benar-benar berkomitmen menurunkan emisi secara cepat, terutama dari bahan bakar fosil dan emisi pertanian.
Mengapa mereka enggan menurunkan emisi?
Seluruh industri bahan bakar fosil menyumbang sekitar 17 persen produk domestik bruto global. Sebelum COP28 dimulai, ada pengumuman bahwa semua negara di dunia memberikan subsidi US$ 7,2 triliun per tahun untuk produksi dan konsumsi bahan bakar fosil. Subsidi untuk energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan hidrogen hijau, hanya US$ 400-500 miliar—kurang dari 10 persen subsidi bahan bakar fosil. Sangat sulit mengubah hal ini karena industri bahan bakar fosil di seluruh dunia sangat kuat secara politik dan ekonomi.
Tapi akhirnya COP28 menyepakati transisi energi, bukan meninggalkan energi fosil sama sekali. Apa pendapat Anda?
COP28 mungkin dianggap oleh sebagian orang memberi hasil yang positif. Setidaknya pada COP28 disebutkan tentang perlunya mengurangi emisi bahan bakar fosil. Namun mereka tidak mengembalikan ketentuan yang disepakati dalam COP26, yaitu menghapuskan bahan bakar fosil secara bertahap di seluruh dunia. Kemudian mereka membuat perubahan dari phase-out (meninggalkan energi fosil) menjadi phase-down, hanya mengurangi. Di COP28, mereka tidak melakukan hal tersebut. Beberapa negara mungkin melakukan transisi lebih cepat, beberapa negara mungkin lebih lama. Jadi tidak jelas apakah kita akan berhasil dalam hal itu.
Ada juga kesepakatan meningkatkan bauran energi terbarukan tiga kali lipat. Apa dampaknya?
Ini sangat bagus. Namun lagi-lagi eksplorasi bahan bakar fosil terus meningkat di dunia. Banyak negara, seperti Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan negara-negara Arab, terus mengeksplorasi bahan bakar fosil baru, tambang batu bara, minyak, gas alam di seluruh dunia. Jadi sulit percaya mereka akan menguranginya.
Anda menyebut Indonesia yang berhasil menurunkan emisi. Bagaimana dengan Brasil sebagai sesama negara tropis?
Saya optimistis terhadap Brasil. Tahun ini deforestasi Brasil dan semua negara Amazon berkurang 55 persen. Indonesia adalah penghasil deforestasi terbesar kedua hingga empat tahun lalu dan sekarang di posisi ketiga setelah Brasil dan Bolivia. Namun Indonesia juga merupakan negara penghasil emisi terbesar keenam setelah Cina, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Brasil. Satu-satunya perbedaan, tentu saja, empat negara pertama, lebih dari 75 persen emisinya adalah bahan bakar fosil. Brasil dan Indonesia 80 persen emisinya berasal dari penggunaan lahan dan pertanian. Brasil menetapkan nol deforestasi secara keseluruhan pada 2030. Hampir semua negara Amazon setuju. Menurut saya, Indonesia, Brasil, dan negara-negara Amazon, yang sebagian besar emisinya berasal dari deforestasi, bisa mencapai target Perjanjian Paris jauh lebih awal dibanding semua produsen bahan bakar fosil.
Transisi energi tak akan menolong?
Beberapa penelitian menunjukkan transisi cepat menuju energi terbarukan yang berkelanjutan biayanya sekitar US$ 300 triliun, lebih dari US$ 3 triliun setahun. Kami tahu, sekarang baru 20 persen dari jumlah tersebut. Indonesia sama dengan Brasil. Saat ini di Brasil energi surya jauh lebih murah dibanding bahan bakar fosil. Energi surya di Brasil menghabiskan sepertiga biaya pembangkit listrik berbahan bakar gas. Di negara tropis, kita punya banyak tanah. Di Brasil, kami juga punya angin yang bagus sebagai sumber energi. Saya yakin Indonesia juga demikian.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang mengembangkan apa yang disebut sebagai konversi energi panas laut. Di laut tropis ada perbedaan suhu sebesar 20 derajat Celsius antara permukaan laut dan 800 meter di bawahnya. Perbedaan suhu ini mendorong uap air yang menghasilkan listrik. Walaupun masih uji coba, tampaknya sangat ampuh. Ada banyak sumber energi terbarukan lain, seperti hidrogen hijau dan biofuel. Sekali lagi, sumber-sumber energi terbarukan ini dimungkinkan secara teknologi saat ini.
Faktanya, pemanfaatan energi terbarukan lambat. Mengapa?
Ini kepentingan ekonomi industri bahan bakar fosil. Industri bahan bakar fosil tak hanya menyangkal krisis iklim, mereka juga menginginkan transisi energi yang lambat. Mereka masih akan memproduksi banyak bahan bakar fosil pada 2050. Jadi target Perjanjian Paris tidak mungkin tercapai.
Bagaimana dengan perdagangan karbon?
Kita harus memikirkan, khususnya di Indonesia, negara-negara Amazon, dan Kongo, bahwa menjaga hutan itu sangat penting. Seluruh jasa ekosistem hutan tropis harus terjaga, khususnya keanekaragaman hayati. Semua negara tropis harus mendapatkan manfaat dari jasa ekosistem itu. Sekarang kita punya karbon, salah satu jasa ekosistem. Namun hutan tropis punya peran lebih banyak. COP Biodiversity tahun lalu di Montreal, Kanada, menciptakan dana keanekaragaman hayati, tapi saya tidak tahu besarannya. Karena itu, negara-negara tropis, seperti Indonesia dan Brasil, sepatutnya diuntungkan.
Saat ini pasar kredit karbon terus meningkat. Misalnya, di Amazon banyak kredit karbon yang ditujukan untuk mengurangi deforestasi dengan nilai US$ 20 per ton setara CO2. Ini masih belum seberapa. Jika Anda melihat pasar karbon di Uni Eropa, harganya 80-100 euro. Di hutan tropis, jumlah tersebut merupakan seperlima dari pasar karbon global. Saya optimistis hal itu akan meningkat.
Carlos Nobre di São Paulo, Brasil, 11 April 2019/Reuters/Nacho Doce
Brasil juga meluncurkan proyek Arcs of Restoration di COP28. Apa itu?
Sebenarnya itu ide saya. Saya memberikannya kepada pemerintah Brasil dan mereka melaksanakannya, yaitu merestorasi wilayah deforestasi di Amazon bagian selatan seluas 24 juta hektare. Perlu biaya sekitar US$ 20 miliar sampai 2050. Proyek ini akan menghilangkan lebih dari 30 miliar ton CO2 dari atmosfer dan memulihkan hutan Amazon, menghindari titik kritis, dan sebagainya. Tentu saja semua negara, khususnya negara-negara maju, harus membayar jasa ekosistem di seluruh hutan tropis.
Jika Brasil, Indonesia, dan semua negara tropis mampu menerapkan hal ini secara efektif, semua pemilik lahan hutan tropis akan mendapatkan banyak manfaat dari jasa ekosistem, yang lebih besar daripada sektor peternakan, tanaman pangan, dan kelapa sawit. Sulit untuk mengatakan apakah ini akan berhasil. Tapi idenya bagus.
Dana kerugian dan kerusakan hasil COP28 apakah memadai?
Sejauh ini tawaran dari dana kerugian atas kerusakan tersebut masih kecil. Saya berada di COP28 ketika mereka mengumumkan dana tersebut kurang dari US$ 500 juta, kemudian menjadi sekitar US$ 800 juta. Bayangkan saja, subsidi sebesar US$ 7,2 triliun untuk bahan bakar fosil tapi hanya US$ 0,5 miliar untuk loss and damage fund. Dana ini seharusnya mencapai puluhan miliar dalam setahun, kalau tidak ratusan miliar, untuk memberikan manfaat bagi lebih dari satu miliar orang yang sangat menderita dan mendukung orang-orang ini agar lebih tangguh dan mampu beradaptasi. Sayangnya, dana ini hanya bersifat simbolis, kecuali jika di masa depan bertambah. Mari kita berharap. Tapi saya tidak terlalu optimistis.
Carlos Nobre
Tempat dan tanggal lahir:
São Paulo, Brasil, 27 Maret 1951
Pendidikan:
- Teknik elektronika dari Aeronautics Institute of Technology, Brasil, 1974
- PhD bidang meteorologi dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, 1983.
Karier:
- Ilmuwan di National Institutes of Amazonian Research and Space Research, Brasil
- Ilmuwan di Large-Scale Biosphere-Atmosphere Experiment in Amazonia
- Peneliti senior di Institute for Advanced Studies, University of São Paulo, Brasil
- Penggagas Amazon Third Way-Amazonia 4.0 Initiative
- Wakil Ketua Science Panel for Amazon
- Anggota US National Academy of Sciences
- Anggota Brazilian Academy of Sciences
- Anggota World Academy of Sciences
Penghargaan:
- Volvo Environmental Prize, 2016
- Von Humboldt Medal of European Geosciences Union, 2010
Secara ilmiah, apa dampaknya jika target Perjanjian Paris tak tercapai?
Dampaknya sangat serius. Bahkan jika kenaikan suhu bumi, misalnya, melebihi 1,5 derajat Celsius, terumbu karang akan punah seluruhnya. Kita akan mencairkan banyak lapisan es di Siberia, Kanada, dan Alaska, yang akan melepaskan lebih dari 100 juta ton karbon dioksida dan metana.
Jika kenaikan suhu mencapai 2,5 derajat Celsius, kita akan mencapai titik kritis. Sebanyak 50-70 persen hutan Amazon akan hilang. Arus Samudra Atlantik juga akan melemah, yang bakal mengubah iklim secara total di banyak belahan dunia. Bahkan, dengan suhu 1,5 derajat Celsius, akan terjadi pencairan lapisan es. Proyeksi 2,4-2,6 derajat Celsius itu buruk. Emisi mengakibatkan hilangnya lapisan es, hilangnya hutan tropis, sebagian besar hutan Amazon, yang akan menyebabkan peningkatan suhu hingga 3 derajat pada akhir abad ini. Jadi ini sungguh mustahil untuk dipikirkan.
Apa dampak paling nyata krisis iklim?
Kami di IPCC beberapa dekade lalu telah memperkirakan bahwa jenis iklim ekstrem yang kita lihat sekarang akan mencapai planet ini pada 2040. Banyak juga laporan IPCC yang sebelumnya memproyeksikan Laut Arktik di utara akan hilang selama puncak musim panas abad ke-21. Sekarang IPCC mengatakan itu akan terjadi pada 2050. Bahkan, jika kita menjaga kenaikan suhu pada 1,5 derajat Celsius, Laut Arktik akan menghilang selama puncak musim panas.
Tahun 2023 adalah tahun pecahnya rekor iklim ekstrem. Suhu global diperkirakan 1,4 derajat Celsius di atas suhu tahun 1850-1900. Dan itu tentunya juga karena El Niño. Kita menghadapi El Niño yang kuat tahun ini. Atlantik Utara yang tropis juga sangat panas. El Niño diperkirakan akan menurun pada Mei atau Juni 2024. Bukan tidak mungkin La Niña akan mulai pada 2024 atau 2025. Tahun ini kita mengalami kekeringan yang memecahkan rekor. Gelombang panas, badai, petir hebat di seluruh dunia. Itu hanyalah gambaran kecil tentang planet ini jika suhu melebihi 1,5 derajat Celsius.
Kita melihat gelombang panas makin sering terjadi di seluruh planet ini. IPCC sebelumnya mengindikasikan bahwa suhu akan mencapai 1,4 derajat Celsius pada 2040. Saat ini kita hampir 20 tahun lebih awal dari proyeksi IPCC pada 2003. Jadi ini benar-benar sangat memprihatinkan.
Apa cara paling tepat mengatasi perubahan iklim?
Sekitar 70 persen emisi gas rumah kaca berasal dari bahan bakar fosil di seluruh dunia. Dan emisi bahan bakar fosil mencapai puncaknya pada 2022. Tahun 2023 akan lebih tinggi. Mitigasi untuk mengurangi risiko pemanasan global saat ini sangat perlu seiring dengan diputuskannya Perjanjian Paris pada 2021 di Glasgow, Skotlandia, untuk benar-benar menjaga suhu tidak lebih hangat dari 1,5 derajat Celsius pada 2050. Kita perlu mengurangi emisi 43 persen pada 2030 dan emisi net zero pada 2050. Kita tidak bergerak ke arah tersebut dengan target penurunan emisi di semua negara yang masih menggunakan bahan bakar fosil.
Jika Anda mengeksplorasi dan mengeksploitasi semua tambang bahan bakar fosil, sumur minyak, dan gas alam yang sudah ada, bukan yang baru, kenaikan suhu bumi akan melebihi 2 derajat Celsius karena penurunan emisi hanya 40 persen. Ini adalah tantangan besar. COP28 tidak menemukan solusi tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "COP28 Tidak Menemukan Solusi Mencegah Pemanasan Bumi"