TEMPO.CO, Jakarta -Polisi mengaku telah menghentikan penyidikan kasus rekening jumbo dan transaksi mencurigakan milik pegawai negeri sipil dari Direktorat Pajak Denok Taviperiana. Juru Bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar beralasan, kasus dihentikan karena mereka kerepotan menemukan bukti untuk menjerat Denok Taviperiana ke persidangan.
Kasus dugaan manipulasi uang tersebut dilaporkan oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2007. Pada tahun yang sama pengusutan kasus tersebut dihentikan menyusul terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). “Karena tidak cukup buktinya,” kata Baharudin kepada Tempo, Rabu 28 Oktober 2011 malam.
Mantan Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa pada Satuan Reserse dan Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Aris Munandar enggan menjawab pertanyaan Tempo. Sambungan telepon kepada Aris langsung diputus setelah ia mengetahui bahwa ia berbicara dengan wartawan. Aris memangku jabatan tersebut saat kasus tersebut bergulir di Reskrimsus Polda Metro Jaya.
Kasus Denok di Polda Metro Jaya berawal dari transaksi mencurigakan yang dilaporkan oleh PPATK. Pegawai pajak itu diketahui membeli polis asuransi dengan premi tunggal sebesar Rp 1 miliar. Premi tersebut dibayarkan dengan memindahbukukan uang dari rekening miliknya dari bank ke asuransi.
Laporan Hasil Analisis (LHA) milik Denok yang dibikin PPATK diserahkan pada polisi pada 23 Juli 2007. Tapi pada 22 November 2007 penyidikan kasus Denok dihentikan.
Pada 2010, PPATK menyerahkan laporan yang sama ke Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan pada April 2010. Inspektorat melakukan investigasi pada pertengahan 2010. Mereka menemukan bukti bahwa Denok menerima suap dari wajib pajak senilai lebih dari Rp 500 juta. Ia juga ditengarai memiliki rekening mencurigakan bernilai miliaran rupiah.
ANANDA BADUDU
Berita terkait lainnya
Inilah PNS dengan Rekening Rp 8,5 Miliar
Begini Cara PNS dan Pejabat Daerah Gendutkan Rekening
Cegah Rekening Liar, PNS Bakal Wajib Lapor Kekayaan