TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah memastikan tak ada deal antara pemerintah Australia dan Indonesia terkait grasi bagi terpidana kasus narkotik dari Negeri Kanguru, Schapelle Leigh Corby. Permohonan grasi dari warga negara asing yang terlibat kasus hukum di negara lain biasa dilakukan.
"Dalam kasus Corby itu sudah disampaikan, dan dalam praktek hubungan suatu negara itu wajar," kata Faizasyah di kompleks istana kepresidenan, Rabu, 23 Mei 2012.
Faizasyah menyatakan Presiden SBY tak bisa paranoid seakan ada semacam tukar-menukar solusi hukum bagi warga yang bermasalah di kedua negara. "Tetapi, yang pasti, pemerintah juga memberi perhatian terhadap WN kita yang terkena masalah hukum di Australia, dan dalam hal ini banyak WN kita yang terlibat kasus hukum penyelundupan manusia," kata dia. "Ini yang selalu kita berikan perhatian agar dapat diberikan keringanan. Ini proses terpisah."
Dia menegaskan pembebasan tiga WNI yang ditahan di Australia beberapa waktu lalu tak terkait pemberian grasi bagi Corby. "Tidak diparalelkan seperti itu," kata dia.
Adapun juru bicara kepresidenan, Julian Aldrian Pasha, menyatakan pemberian grasi terhadap Corby sesuai aturan. Yaitu Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagai Hak Presiden. Syarat grasi bagi Corby pun sudah memenuhi persyaratan.
ARYANI KRISTANTI
Berita Terkait
Grasi untuk Corby, SBY Dikecam
Grasi Corby, Australia Diminta Bersikap Adil
MA: Grasi Corby Hak Prerogatif Presiden
Keluarga Jenguk Corby di Lapas Denpasar
Grasi SBY untuk Corby Dinilai Bukan Putusan Bijak
Grasi Dikabulkan, Hukuman Corby Dipotong 5 Tahun