TEMPO.CO, Jakarta-- Kalangan pengusaha minyak dan gas rupanya masih bingung soal instruksi presiden yang melarang mobil pelat merah menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi. Ketua Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Nasional (Hiswana Migas) Eri Purnomo Hadi meminta pemerintah memberikan petunjuk teknis larangan itu. Sebab, sejak pemberlakuan 1 Juni lalu, kebijakan ini belum bisa efektif akibat belum adanya gambaran jelas pelaksanaannya.
Menurut Eri, pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum masih kesulitan menerapkan aturan itu. Petugas di SPBU juga tidak memiliki kuasa penuh untuk melarang. "Kami kan harus memberikan pelayanan untuk semua konsumen dan lapisan masyarakat, tidak bisa memaksa," ujarnya.
Karena itu, dia meminta pemerintah memberikan petunjuk teknis bagaimana penerapannya, terutama bagi pemilik kendaraan yang tetap memaksa membeli BBM bersubsidi. Lalu soal sistem pencatatan yang harus dilakukan oleh petugas SPBU, “Apakah hanya dicatat pelat mobilnya atau dicatat juga warna kendaraan dan identitas pengendaranya. Ini belum jelas,” kata Eri.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan, mulai 1 Juni semua kendaraan roda empat milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah diwajibkan menggunakan bahan bakar nonsubsidi. Jika program ini berhasil, akan ada penghematan BBM bersubsidi sebanyak 135 ribu kiloliter hingga akhir tahun, setara dengan 0,33 persen dari total kuota BBM bersubsidi tahun ini.
Larangan ini untuk sementara berlaku di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Setelah itu, secara perlahan diterapkan pada 10 ribu unit kendaraan dinas di seluruh Indonesia.
Kebijakan itu masih dinilai membingungkan karena tak disertai petunjuk teknis. Siswanto, pengusaha SPBU di Yogyakarta, misalnya, bingung apakah semua mobil dinas pelat merah dilarang menggunakan bahan bakar bersubsidi atau hanya mobil baru atau mobil dengan mesin di atas 1.500 cc. "Lha ini kan membingungkan," kata Siswanto, yang mempunyai pompa bensin di Jalan Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian E. Anshari BUKHARI menyatakan akan memberi sanksi kepada pegawai negeri yang masih membeli bahan bakar bersubsidi jenis Premium. "Pada tahap awal dapat diberi hukuman ringan, seperti teguran lisan, teguran tertulis, atau ditunda kenaikan gajinya secara berkala," ujarnya kemarin.
Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies Kurtubi mengatakan larangan mobil dinas mengkonsumsi BBM bersubsidi sebagai langkah penghematan keliru. “Kebijakan ini tidak perlu diteruskan. Biayanya tinggi dan ribet karena pengawasannya yang tidak jelas sehingga tidak efektif,” ujarnya.
Kebijakan ini dinilai hanya menimbulkan masalah baru. Sebab, para pengguna kendaraan dinas akan berusaha mengakali agar bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi. Caranya, kata Kurtubi, mengganti pelat kendaraan, mencabut stiker khusus, bahkan bisa saja terlibat kerja sama dengan petugas secara sembunyi-sembunyi.
ALI NY | ELLIZA HAMZAH | ROSALINA
Berita lain:
Mimpi Dahlan Iskan tentang Subsidi BBM
Mobil Gubernur Atut Pakai BBM Subsidi?
BPH Migas: Catat Nomor Mobil Dinas Bandel
Tere Mundur, Parpol Diminta Benahi Kaderisasi
Sepucuk Surat Manda untuk Miranda
Elsam: Pelanggaran Hak Umat Kristen Paling Banyak