TEMPO.CO , Jakarta- Direktur Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Maulana menganggap bantahan Kejaksaan Agung terhadap data yang mereka paparkan tidak tepat. Menurut dia potensi kerugian negara yang disebabkan Kejaksaan Agung bukan berasal dari pos belanja, tetapi dari pos pendapatan. "Saya tidak tahu kenapa banyak yang tidak dirampas hartanya," ujarnya kepada Tempo, Senin 16 juli 2012. "Apakah ada permainan atau bagaimana saya tidak mengerti."
FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis terhadap audit Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2008-2010, ditemukan potensi kerugian negara Rp 16,4 trilyun akibat tata kelola keuangan yang buruk dan tidak sesuai rekomendasi BPK di kementerian dan lembaga negara.
Dari angka potensi kerugian sebesar Rp 16,4 trilyun itu, sumbangsih paling besar berasal dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Kejaksaan memiliki potensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp5,4 trilyun.
Namun hal ini dibantah langsung oleh Jaksa Agung Basrief Arief. Basrief mengatakan bahwa menganggap tudingan lembaganya merugikan anggaran negara hingga Rp 5,4 Trilyun pada tahun 2008-2010 hanya mengada-ada. Sebab perhitungan tersebut ganjil jika dibandingkan dengan anggaran yang diperoleh Kejaksaan. "Setelah saya cek anggaran Kejaksaan, tapi kok tidak sesuai," katanya saat ditemui di kantornya, Senin 16 Juli 2012.
Dia menjelaskan, pada tahun 2008 anggaran yang diperoleh Kejaksaan adalah Rp 1,6 trilyun, tahun 2009 sebesar Rp 1,9 trilyun, dan pada tahun 2010 anggaran yang diperoleh Korps Adhyaksa bertambah menjadi Rp 2,6 trilyun. Basrief melanjutkan, anggaran Kejaksaan itu jika dijumlahkan sebesar Rp 6,1 trilyun. Sementara jika dugaan itu benar berarti hanya Rp 700 milyar anggaran yang diserap Kejaksaan.
"Kalau cuma segitu apa tidak ribut itu pegawai Kejaksaan, kan gajinya tidak dibayar, tidak ada pembangunan, bahkan beli alat tulis kantor saja susah," katanya.
Maulana menilai bantahan Basrief ini tak memiliki landasan yang kuat. Menurut dia, apa yang dipaparkan oleh FITRA adalah data resmi dalam audit BPK terhadap Kejaksaan Agung terhadap anggaran 2011 lalu. "Kalau memang Kejaksaaan Agung mengatakan seperti itu, kenapa dalam laporan BPK terdapat 427 rekomendasi yang belum ditindak lanjuti selama periode 2008-2010," ujarnya.
Ia mengatakan, dari sejumlah rekomendasi itu, sebagian besar diantaranya adalah soal penyelesaian perampasan aset-aset koruptor yang sudah diputuskan secara hukum. Dia mengatakan, dari sejumlah putusan korupsi, Kejaksaan Agung diperkirakan baru mengeksekusi harta para koruptor sebanyak kurang lebih 20 persen. "Dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang kami punya, nilai Rp 5,4 triliun itu kebanyakan karena adanya kekurangan pendapatan negara dari Kejaksaan Agung," katanya.
FEBRIYAN
Berita lain:
Kejaksaan Agung Berpotensi sebagai Lembaga Paling Korup
PT Telkom Berpotensi Jadi BUMN Terkorup
Beragam Modus Korupsi Lembaga Negara
SBY Minta Sutiyoso Bantu Foke
Jadi Supir, Dahlan Naik Mobil Listrik ke Kantor
Inilah Stategi Tiki-Taka Ala jokowi-Ahok