TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Pulp dan Kertas (APKI) meminta pemerintah memberikan insentif bagi pemegang konsesi di sektor kehutanan yang telah memiliki sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu).
Ketua APKI Misbahul Huda mengatakan insentif itu bisa berupa jaminan hukum terkait kepastian lahan dan sengketa dengan masyarakat di sekitar kawasan konsesi. Selain itu, insentif berupa dukungan pemerintah dalam menghadapi kampanye hitam lembaga swadaya masyarakat (NGO) asing.
Jaminan itu, kata dia, harus berskala internasional untuk menunjukkan reputasi pemerintah di pasar perdagangan dunia. "Kalau itu bisa diterapkan, peluang pemberlakuan sertifikat SVLK memperluas pasar ekspor Indonesia akan terbuka,” kata Misbahul Huda, Selasa, 4 September 2012.
Selama ini, pasar ekspor Indonesia, khususnya pulp dan kertas, banyak tergerus, terutama akibat kampanye hitam NGO asing. Sementara potensi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor pulp dan kertas sangat terbuka.
Dia juga meminta pemerintah berupaya keras meyakinkan dunia internasional, terutama Uni Eropa, untuk menerima sertifikat SVLK. Karena SVLK merupakan instrumen tata kelola hutan menjelang diberlakukannya aturan itu secara mandatory pada akhir tahun ini.
"Ini karena pemegang konsesi berkomitmen menerapkan pengelolaan secara lestari. Dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikasi tersebut juga tidak murah," katanya.
Sebelumnya, Duta Besar Uni Eropa Julian Wilson mengatakan, jika Indonesia mampu meyakinkan produk-produk ekspor kayunya telah diverifikasi secara legal, pasar kayu negara lain di Uni Eropa akan lebih mudah direbut.
Saat ini, dari 25 persen kebutuhan Uni Eropa terhadap produk-produk kayu dunia, produk kayu asal Indonesia baru dapat memenuhi sebesar 10 persen saja. Mulai Maret 2013, negara-negara Uni Eropa hanya mau menerima produk kayu impor yang legalitasnya telah disertifikasi.
Saat ini, Kementerian Kehutanan telah membentuk License Information Unit (LIU) yang akan menjadi lembaga endorsement (pengesahan) dokumen legalitas kayu.
Setiap tahun, negara-negara anggota Uni Eropa mengimpor kayu dan kertas senilai US$ 1,2 miliar dari Indonesia, atau mencakup 15 persen dari keseluruhan ekspor kayu Indonesia.
Terkait ekspansi pasar, Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin memperkirakan permintaan pulp secara global akan meningkat 17 persen hingga 2015. Pertumbuhan ini akan didorong peningkatan permintaan di sejumlah negara, terutama Cina, serta kenaikan konsumsi kertas sebagai produk turunan dari pulp.
"Pertumbuhan pulp dan kertas yang baik ini akan membuka peluang Indonesia untuk menjadi pemain global dengan tetap mengedepankan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Termasuk fokus pada kajian nilai konservasi tinggi (NKT)," ucapnya.
ROSALINA
Berita terpopuler lainnya:
Kisah Kang Jalal Soal Syiah Indonesia (Bagian 6)
Andik Vermansyah Pindah Ke Liga Utama Amerika
Polisi Tahan Kuasa Hukum John Kei
Jarak Tempuh Sepeda Motor Bakal Dibatasi
Panwaslu: Iklan Televisi Jokowi Masuk Pelanggaran
Jangan Katakan Kalimat Ini ke Anak Anda
Doberman Ikut Jaga Hillary Clinton di Jakarta
Scientology Seleksi Calon Istri Tom Cruise
Calo Penerimaan Pegawai Negeri Diungkap
Begini "Hotel" di Pesawat Boeing 747 Aeroloft